JAKARTA – PT Chevron Pacific Indonesia (CPI) menyatakan

Praktik pencurian minyak melalui illegal tapping masih terus terjadi di Blok Rokan, meskipun sudah dilakukan berbagai tindakan, baik oleh PT Chevron Pacific Indonesia sebagai pengelola blok maupun oleh aparat.

“Illegal tapping masih menjadi masalah untuk kami,” kata Wahyu Budiarto, Senior Vice President Policy and Government and Public Affairs Chevron ditemui di Kementerian ESDM, Jakarta, Senin (4/11).

Menurut Wahyu, kerugian yang ditimbulkan oleh praktik tersebut tidak sedikit. Minyak tersebut dicuri saat dialirkan menuju ke tangki penyimpanan untuk di lifting.

“Ya berpengaruh (lifting), cukup besar. Itu kan pipa yang sudah diproduksi. Lagi dikirim ke Dumai,” kata Wahyu.

Wahyu mengatakan selama masih ada peluang pencurian, maka praktik tersebut tidak akan menghilang. Saat ini manajemen bersama pihak terkait sedang mencari solusi bagaimana menurunkan peluang terjadinya praktik tersebut.

“Karena ada barangnya. Pencurian sama lah dimana-mana. Selama ada opportunity (peluang), mereka akan mencari. Illegal tapping ini kami usahakan bagaimana mengecilkan opportunitynya,” ungkap Wahyu.

Tidak hanya pencurian minyak, Chevron juga menjadi korban pencurian berbagai alat fasilitas produksi minyak. Meskipun sudah berupaya ditekan, praktik pencurian minyak dan alat fasilitas produksi sampai sekarang tidak bisa dihilangkan.

“Kami kan ada dua jenis pencurian, illegal tapping – pencurian minyak – sama pencurian besi tua, peralatan, kabel. itu juga lumayan. Kami sudah bekerja sama dengan SK Migas dibantu approach kepolisian juga, bikin taskforce yang bagus dan itu cukup menurun,” kata Wahyu.

Haryanto Syahfri, Kepala Departemen Operasi SKK Migas Sumbagut mengatakan sudah ada Perjanjian Kerja Sama (PKS) Pengamanan yang ditandatangani oleh SKK Migas dengan Polda Riau sejak pertengahan 2018 untuk peningkatan pengamanan. Sedangkan untuk penanggulangan dan pengungkapan pencurian dan pembobolan pipa (illegal tapping) telah dibentuk Satgas Polda Riau-Chevron sejak awal Mei 2019.

Sejak diaktifkannya PKS dan Satgas, jumlah kasus pencurian minyak di Blok Rokan turun drastis hingga 80% pada periode Maret hingga Oktober 2019. “Yang juga diikuti oleh menurunnya dampak Loss Production Opportunity (LPO) sebesar kurang lebih 85% untuk periode yang sama,” ujar Haryanto.

Berdasarkan data yang disampaikan ke SKK Migas pada 2015 ditemukan 30 temuan kasus, berkurang di 2016 menjadi sebanyak dua kasus dan meningkat tipis di 2017 menjadi tiga kasus. Akan tetapi jumlahnya meningkat drastis pada 2018 menjadi 55 kasus pencurian minyak dan hingga 11 September 2019 sudah dilaporkan 50 kasus pencurian minyak.

Atok Urrahman, Deputi Dukungan Bisnis Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas), mengungkapkan berdasarkan laporan yang diterima praktek illegal tapping di Blok Rokan cukup berdampak pada realisasi lifting Chevron.

Setiap tahun dilaporkan ada puluhan temuan kasus pencurian minyak oleh Chevron, namun metode pencurian yang baru saja ditemukan kali ini dinilai sebagai yang paling canggih dari segi teknologi maupun metode pencurian. Bahkan boleh dibilang seperti dilakukan orang profesional.

“Tapping canggih buat terowongan seperti perang, dalam panjangnya hampir 100 meter baru ada pipa. Tapping dilaksanakan itu di Blok Rokan di pipa yang biasa mengalirkan ke titik lifting, ini sedang ditanyakan (jumlahnya),” kata Atok.

Dia menceritakan praktek pencurian minyak di Rokan makin marak dan menjadi setelah adanya keputusan pemerintah yang memberikan hak pengelolaan Blok Rokan kepada PT Pertamina (Persero) pasca kontraknya habis pada 2021 mendatang.

“Kita juga heran, ya mungkin masyarakat tidak paham semua usaha hulu migas milik negara kan, mungkin dulukan milik asing nah nanti dikelola Pertamina jangan-jangan kenyataan itu,” ujar Atok.(RI)