JAKARTA – Siapa bilang limbah tidak bisa bermanfaat. Memang sudah banyak contoh pemanfaatan limbah menjadi barang berguna, tapi untuk yang satu ini pemanfaatan limbahnya bukan “kaleng-kaleng” karena bisa bermanfaat langsung bagi kehidupan masyarakat.

Fly Ash Bottom Ash (FABA) sejak tahun 2021 sudah menjelma menjadi produk olahan limbah dari Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) yang paling memberikan manfaat nyata bagi kehidupan masyarakat. Beberapa pemanfaatan FABA diantaranya menjadi substitusi bahan baku untuk beton, seperti paving, batako, tetrapod, dan produk beton pracetak lainnya. Selain itu FABA juga telah digunakan sebagai bahan campuran pupuk kompos, bahan timbunan tanah dan material NAF (Non Acid Forming) sebagai stabilisator keasaman tanah.

Baru-baru ini FABA telah menunjukkan kapasitasnya untuk jadi produk yang bisa diandalkan untuk konstruksi bangunan tahan gempa di desa Sumberejo, Kecamatan Paiton, Kabupaten Probolinggo. Kantor Bumdes Sumberejo dibangun menggunakan bahan bangunan yang terbuat dari FABA.

BIMA (Bangunan Instan Modular Sederhana) disematkan sebagai nama bagi inovasi bangunan berbahan utama FABA yang ramah lingkungan untuk Non-Engineered House (NEH) tahan gempa. Desain struktur dan material bangunan ini memenuhi standar PP No. 16 tahun 2021 (tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung), SNI 1726-2019 (tata cara perencanaan ketahanan gempa untuk struktur bangunan gedung dan nongedung), SNI 8640-2018 (bata ringan) dan SNI 2847 2022 (persyaratan beton struktural untuk bangunan gedung), SNI 1726-2019 (persyaratan beton struktural untuk bangunan gedung).

Contoh nyata pemanfaatan FABA lainnya adalah FABA dari PLTU Tanjung Jati B mampu memenuhi kebutuhan material beton untuk proyek tol Jogja-Solo dan Bawen-Jogja. Ini semakin membuktikan bahwa FABA cocok untuk memenuhi kebutuhan material konstruksi skala besar, seperti jalan tol.

Dunia internasional sekarang sudah mengetahui inisiatif PLN dalam pemanfaatan FABA dengan diumumkannya kerja sama pemanfaatan FABA oleh PLN yang menggandeng PT Bukit Asam Tbk di forum Perubahan Iklim tertinggi di dunia COP28 yang digelar belum lama ini. PLN dan Bukit Asam menyepakati kerja sama untuk memanfaatkan FABA sebagai material NAF ( Non Acid Forming) penetralisir air asam pada bekas tambang. Potensi penyerapan FABA dari PLTU Bukit Asam 4×65 MW selama periode pemanfaatan 3 tahun mencapai 400 ribu ton.

Paling mencengangkan adalah ternyata FABA bisa menjadi pupuk silika berkualitas tinggi. Ini diaplikasikan di sekitar PLTU Ombilin, di Kota Sawahlunto, Sumatera Barat.

Pengaplikasikan pupuk silika dari FABA ini memberikan dampak langsung terhadap hasil pertanian masyarakat berupa padi, jagung, bawang dan cabai yang semakin meningkat.

Berdasarkan hasil uji dari Kementerian Pertanian melalui Keputusan Menteri Pertanian No.209/Kpts/SR.320/3/2018 tentang persyaratan teknis minimal pupuk anorganik menunjukkan bahwa pupuk silika Ombilin telah memenuhi standar mutu minimal SiO2 pupuk anorganik 6% dimana hasil pengujian pupuk Ombilin adalan 24% sehingga sudah mendapatkan juga Untuk izin edar juga telah didapatkan dengan merek Ombilin dari Menteri Pertanian bernomor pendaftaran 01.03.2023.1282 pada 8 Mei 2023. Dengan terdaftarnya Pupuk Ombilin,  pupuk silika dari PLTU Ombilin ini terbukti aman untuk tanaman dan dapat beredar di pasaran.

Pupuk silika ombilin dari olahan FABA (Foto/Dok/PLN Indonesia Power)

Manfaat FABA bagi sektor pertanian ini juga telah diakui oleh Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP). Selain untuk pupuk, FABA di manfaatkan untuk penetralisir air asam tambang, dan juga sebagai bahan reklamasi lahan di area bekas tambang dengan menutup material yang berpotensi membentuk air asam tambang atau Potentially Acid Forming (PAF) dengan menggunakan material yang tidak berpotensi atau Non Acid Forming (NAF) dengan kepadatan sebesar 5% sesuai dengan ketentuan di dalam izin dengan komposisi FABA sebesar 90%.

Chandra Indrawanto, Kepala BPTP Balitbangtan Sumatera Barat, mengatakan pupuk silika, yang terbuat dari FABA bermanfaat bagi tanaman agar batangnya lebih tegak dan membantu proses fotosintesis.

FABA adalah material sisa dari proses pembakaran batu bara. Secara fisik, FABA berbentuk seperti debu halus yang mirip dengan abu dari gunung berapi. Perbedaannya terletak pada tingkat kehalusan, tekstur FABA sedikit lebih halus jika dibandingkan dengan abu vulkanik.

Sedangkan perbedaan antara fly ash dan bottom ash terletak pada ukuran dan karakteristiknya. Walaupun keduanya berasal dari hasil proses pembakaran batu bara, tetapi bottom ash memiliki ukuran yang lebih besar daripada fly ash yang berukuran lebih halus, sehingga bottom ash disebut sebagai abu yang “terendapkan” dan fly ash disebut sebagai Abu “terbang.

Sejak diberikan lampu hijau pemanfaatan FABA oleh pemerintah dengan diterbitkannya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 22 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup PLN memang aktif mengkampanyekan pemanfaatan FABA di berbagai sektor. Selain itu juga dilakukan tes lanjutan sebagai syarat penggunaan FABA di Masyarakat luas.

Beberapa laboratorium telah melakukan uji kimia dan biologi atas FABA, antara lain laboratorium Puslitbang Teknologi Mineral dan Batubara Kementerian ESDM bersama Laboratorium Pusat Penelitian Sumber Daya Alam dan Lingkungan (PPSDAL) Universitas Padjadjaran. Beberapa pengujian toxicology pun menunjukkan bahwa abu batu bara (FABA) yang diteliti dapat dikategorikan sebagai limbah tetapi bukan B3.

Untuk memastikan FABA tidak menjadi polemik PLN tidak tinggal diam dan memenuhi seluruh syarat persetujuan lingkungan dipenuhi sesuai standar dan ketentuan Nasional yang telah mengacu pada standar prosedur internasional Best Available Techniques (BAT) dan Best Environmental Practices (BEP).

Perusahaan Listrik plat merah itu menjamin tidak akan membuang limbah-limbah tersebut tetapi akan lebih mengoptimalkan pemanfaatannya, karena dapat memberikan nilai ekonomi atas limbah tersebut, terutama bagi masyarakat. Dari hasil uji karakteristik FABA yang dilaksanakan Kementerian LHK pada tujuh kategori yaitu mudah menyala, mudah meledak, reaktifitas, korosifitas, hingga Toxicity Characteristic Leaching Procedure (TCLP) dan Lethal Dose 50 (LD50) yang sample-nya berasal dari beberapa PLTU, FABA yang dihasilkan tidak mengandung unsur yang membahayakan lingkungan. Berdsarkan kajian yang dilakukan ternyata dari beberapa negara seperti Amerika Serikat, Jepang, Eropa, India juga tidak memasukan FABA ke dalam kategori limbah B3.

PLN meyakini pemanfaatan FABA dapat mendorong ekonomi nasional karena dapat memberikan nilai ekonomi dari hasil pemanfaatan limbah tersebut untuk berbagai hal di sektor konstruksi, infrastruktur, pertanian dan lainnya. Berbagai sektor diharapkan bisa ikut serta memanfaatkan FABA, mulai dari UMKM, bisnis, industri, hingga pemerintah. Satu rumah bertipe 72 yang dibangun membutuhkan sekitar 1.600 batako yang menyerap 11 ton FABA untuk pembuatannya.

Darmawan Prasodjo, Direktur Utama PLN, pernah menyatakan bahwa potensi FABA dari seluruh PLTU PLN yang ada di Indonesia sangat besar. Menurutnya selain berkontribusi dalam pengurangan emisi, FABA jika dikelola dengan baik juga mampu melahirkan berbagai usaha baru dan ujungnya juga mampu memberikan manfaat dalam penciptaan lapangan kerja.

Berdasarkan data perusahaan, sejauh ini PLN telah berhasil mengoptimalkan potensi 3 juta ton FABA per tahun yang dihasilkan oleh 47 PLTU PLN yang tersebar di seluruh Indonesia. “Melalui program ini, PLN berhasil mengurangi emisi sebesar 216 ribu ton CO2. Selain itu juga kami berhasil memberikan lapangan kerja untuk lebih dari 1.000 orang dengan melibatkan lebih dari 200 UMKM,” jelas Darmawan belum lama ini di Jakarta.

Sementara itu, Rosa Vivien Ratnawati, Direktur Jenderal Pengelolaan Limbah, Sampah, dan Bahan Beracun Berbahaya (PSLB3) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), mengatakan, pemerintah secara konsisten terus mendorong para pelaku usaha melakukan upaya pemanfaatan limbah yang dihasilkannya sebagai model sirkular ekonomi jadi langkah ini tidak hanya berguna untuk menjaga lingkungan tetapi juga mendorong kemandirian rakyat.

“Sekarang KHLK itu sedang menggerakkan bagaimana limbah B3 dan sampah itu menjadi salah satu sumber daya kembali dan kami memanfaatkan itu. Salah satunya bagaimana rakyat itu bisa mengambil manfaat secara ekonomi dari pengelolaan limbah B3 dan pengelolaan sampahnya,” ujar Vivien beberapa waktu lalu.

Pemerintah kata dia mendukung upaya setiap perusahaan dalam mengelola limbah, salah satunya FABA sisa pembakaran dari PLTU yang berhasil diolah menjadi bahan baku bernilai.

“Kalau yang insitusi ketika terjadi lahan terkontaminasi mereka punya kewajiban untuk melakukan pemulihan, ada tahapan-tahapannya di situ. Oleh karena itu kita dengarkan pengalaman dari PLN bagaimana mereka melakukan pemulihan dan bagaimana masyarakat juga menikmati pemanfaatan limbah B3-nya sehingga bisa meningkatkan ekonomi rakyat,” jelas Vivien. (RI)