Bursa Efek Indonesia, pantas berterima kasih atas kinerja emiten di sektor pertambangan batu bara. Sepanjang 2011, emiten di sektor tersebut, termasuk salah satu penggerak utama Indeks Harga Saham Gabungan, di luar emiten perbankan dan industri.

Tahun lalu, mayoritas emiten batu bara membukukan peningkatan pendapatan dan juga laba bersih yang ditopang kenaikan harga jual. Saham emiten ‘emas hitam’ ini pun diburu investor lantaran kinerjanya yang memukau sepanjang tahun lalu. Itu karena sebagian besar emiten tambang batu bara memiliki kinerja fundamental yang cukup baik.

Dua saham emiten pertambangan batu bara, yaitu saham PT Bukit Asam Tbk (PTBA), badan usaha milik negara di sektor pertambangan batu bara, dan PT Resource Alam Indonesia Tbk (KKGI). Kedua saham emiten batu bara itu paling menarik untuk dikoleksi oleh investor karena berada di kuadran II berdasarkan matriks valuasi emiten batu bara. Hal ini mengacu pada indikator profitabilitas (return on equity/ROE) kedua saham yang berada di atas rata-rata industri dan rasio enterprise value/reserve (EV/R Ratio) yang lebih rendah dari rata-rata industri.

Rasio enterprise value/reserve merupakan harga pasar cadangan batu bara yang dimiliki emiten. Adapun kuadran II adalah kuadran yang paling menarik bagi investor, karena ROE-nya tinggi, tapi harga saham masih di bawah pasar (undervalued).

Saham Bukit Asam dan Resource Alam memiliki ROE di atas rata-rata industri sebesar 37,8% namun masih tergolong undervalued, karena memiliki rasio enterprise value/reserve di bawah rata-rata industri sebesar Rp 84.150 per ton. Bukit Asam memiliki kinerja fundamental yang solid dalam enam tahun terakhir. Pendapatannya tumbuh dengan tingkat pertumbuhan rata-rata per tahun (compunded annual growth rate/CAGR) selama periode 2006–2011 sebesar 24,5%. Laba bersih pada periode yang sama tumbuh dengan CAGR 44,7%.

Pada 2011, penjualan batu bara Bukit Asam mencapai 13,5 juta ton, naik 4% dari penjualan 2010 sebesar 12,9 juta ton. Tahun ini, Bukit Asam memproyeksikan produksi batu bara 17,42 juta ton dengan target penjualan 18,66 juta ton.

Milawarma, Direktur Utama Bukit Asam, mengatakan sebanyak 12,19 juta ton proyeksi penjualan tahun ini untuk domestik dan 6,46 juta ton ekspor. Dia optimistis target penjualan itu bisa tercapai, dengan adanya komitmen PT Kereta Api Indonesia untuk angkutan batu bara tahun ini sebesar 15,6 juta ton. Rinciannya, sebanyak 12,9 juta ton ke Pelabuhan Tarahan di Bandar Lampung dan 2,7 juta ton ke Dermaga Kertapati di Palembang.

Beberapa proyek yang sedang dikerjakan oleh Bukit Asam saat ini akan meningkatkan penjualan dalam beberapa tahun ke depan. Proyek pembangkit listrik Banjarsari di Sumatera Selatan dengan kapasitas 2×110 megawatt diperkirakan mulai beroperasi pada 2014. Begitu juga dengan proyek jalur kereta api Tanjung Enim di Sumatera Selatan ke Srengsem di Lampung yang diperkirakan dapat mulai beroperasi pada 2015. Pada tahun pertama masa operasi, Bukit Asam diproyeksikan dapat mengangkut batu bara sebanyak 7,5 juta ton melalui jalur tersebut.

Sementara tingginya Return on Equity Resource Alam karena kenaikan signifikan laba bersih pada 2011 menjadi Rp 450 miliar dari Rp 166 miliar pada 2010. Kenaikan disebabkan oleh peningkatan signifikan pada penjualan batu bara menjadi 4,1 juta ton pada 2011 dari 2,2 juta pada 2010. Produksi batu bara Resource Alam pada 2011 mencapai 4,2 juta ton, meningkat dari 2,2 juta ton pada 2010. Kenaikan signifikan produksi disebabkan oleh umur tambang yang relatif muda (beroperasi sejak 2006).

Tahun ini, Resource Alam memproyeksikan produksi batu bara mencapai 6 juta ton. Harga jual juga diprediksi naik 15% dari US$ 58,5 per ton menjadi US$ 69 per ton. Eric Tirtana, Head of Investor Relations Resource Alam, menyatakan proyeksi kenaikan harga dipicu meningkatnya produksi batu bara dengan kalori yang lebih tinggi.

Resource Alam tahun ini akan mengoperasikan sejumlah sub-blok baru dengan kadar kalori yang lebih tinggi, terutama di bagian utara area konsesi perseroan di Kalimantan Timur. Cadangan batu bara perseroan di provinsi tersebut berkadar 5.800-6.000 kilokalori.

Untuk mencapai target tersebut, Resource Alam mengalokasikan belanja modal tahun ini US$ 8 juta, naik dua kali lipat dibandingkan 2011 sebesar US$ 4 juta. Sumber pendanaan belanja modal berasal dari kas internal. Sebagian besar belanja modal perseroan tahun ini digunakan untuk membiayai infrastruktur pertambangan diantaranya pembangunan jalan.