ACEH TAMIANG – Pertamina adalah kontributor utama produksi migas nasional. Namun mayoritas produksi migasnya terutama minyak berasal dari sumur-sumur minyak tua yang berumur lebih dari 30 tahun, bahkan lebih. Salah satunya adalah sumur minyak di wilayah Rantau dan sekitarnya yang termasuk di Kabupaten Aceh Tamiang.

Despredi Akbar, Field Manager Rantau Field, menceritakan wilayah Rantau punya kisah manis untuk urusan minyak. Rantau adalah salah satu wilayah pertama yang memproduksi minyak di tanah air sama seperti Pangkalan Susu dan wilayah di sumatera lainnya. Menurut dia pada dekade 80an produksi minyak di Rantau bahkan tercatat sempat mencapai 30 ribuan barel per hari (BPH).

Namun kini level produksi minyak dari Rantau turun drastis, kurang dari 3 ribuan barel per hari.

Meskipun produksi jauh berbeda dengan dulu tapi kenyatannya keberadaan Pertamina di tanah Rantau bahkan Aceh tetap tidak tergantikan sebagai perusahaan andalan untuk sumbangkan Pendapatan Asli Daerah (PAD). “Penghasil APBD terbesar di Aceh dari bagi hasil migas. Itu kita,” ungkap Destriadi saat ditemui di Aceh Tamiang, Selasa (3/10).

Dia menjelaskan untuk memproduksi di sumur-sumur mature banyak tantangan. Karena harus bisa memastikan kegiatan atau program yang disusun harus sesuai dengan keekonomian. Belum lagi dengan adanya dilema ketika sumur harus tetap berproduksi tapi di sisi lain harus ada cadangan minyak yang menggantikan minyak yang telah diproduksikan tersebut.

Untuk itu berbagai inovasi harus bisa ditemukan tanpa henti agar produksi tetep berlangsung. Karena taruhannya bukan hanya kepada target yang dicanangkan perusahaan tapi juga tanggung jawab perusahaan sebagai andalan dalam pembangunan daerah melalui dana bagi hasil migas.

Salah satu inovasi adalah menekan biaya termasuk mengurangi kegiatan yang tidak perlu dalam rangka perawatan sehingga dananya bisa digunakan untuk mencari cadangan minyak baru.

“Ada inovasi sistem pemompaan, misalnya ada masalah pasir, gimana caranya bisa kurangi kerjaan perawatan sumur. Jadi didesain gimana perawatan sumur nggak muncul, inovasi jadi kita terapkan metode agar pasir nggak ikut naik. Itu sukses menekan kegiatan well service. Seperti tahun ini kita tekan dari awalnya 160 well service bisa ditekan 50%, produksi bagus jadi dana yang harusnya untuk well service dialihkan untuk cari cadangan,” jelas Despredi.

Selama ini minyak dari Rantau Field dikirim melalui pipa sejauh lebih dari 64 kilometer (km) ke Pangkalan Susu. Dari sana minyak dikumpulkan dan ditimbun di tangki berkapasitas 200 ribu barel untuk kemudian di lifting setiap dua bulan dan dikirim ke kilang Cilacap.

Manajemen sendiri memproyeksikan mampu mempertahankan produksi minyak di level 2.500an barel per hari (BPH) pada tahun ini. Keyakinan itu didapat setelah suksesnya pemboran di sumur P472.

Menurut Despredi, strategi mengejar cadangan migas di sekitar sumur P472 akan digenjot. Sehingga bisa menahan laju penurunan produks alami sumur – sumur minyak di Rantau. Saat ini produksi minyak berasal dari 93 sumur produksi yang telah berumur tua.

Untuk tahun iniĀ  Rantau Field, menargetkan bisa menyelesaikan enam pemboran sumur pengembangan. “Sebelumnya itu ada dikisaran 2.200an BPH. Sumur P472 untung dapat, itu besar produksinya 300 BPH. Sampai sekarang sudah selesai empat sumur dibor. Sisa dua pemboran sudah mobilisasi rig,” ujar Despredi.