JAKARTA – PT Bukit Asam Tbk (PTBA) adalah perusahaan tambang batubara yang tercatat di Bursa Efek Indonesia dan bagian dari holding pertambangan MIND ID. Bukit Asam memiliki izin usaha pertambangan (IUP) hampir 100.000 hektare (HA) yang tersebar di empat lokasi pertambangan, yaitu Tambang Tanjung Enim 65.000 HA, Tambang Peranap 18.230 HA, Tambang Ombilin 2.935 HA, dan Tambang IPC 6.383 HA.

Tambang batu bara yang dikelola Bukit Asam masuk salah satu yang terbesar di Tanah Air. Total sumber daya tambang 8,58 miliar ton dan cadangan tertambang 3,18 miliar ton. Hasil batu bara yang dihasilkan Bukit Asam dikapalkan melalui tiga Pelabuhan, yaitu Tarahan, Dermaga Kaetapati dan Teluk Bayur. Pelabuhan Tarahan di Lampung kemampulaluan mencapai 25 juta per ton, tebesar dibandingkan Dermaga Kertapati sebesar 5 juta ton per tahun dan Teluk Bayur di Padang sebesar 2,5 juta ton per tahun.

Selain fokus pada kegiatan operasi-produksi tambang batubara, Bukit Asam juga berkomitmen dalam pelaksanaan tanggungjawab sosial dan lingkungan (TJSL). Salah satunya adalah program TJSL Bamboo for Life yang digagas sejak 2014. Dalam Peta Jalan Bukit Asam, Bamboo for Life mulai diimplementasikan sebagai program TJSL perusahaan pada 2018 dan berakhir pada 2022.

“Pada 2018 dimulai pelatihan dan pendampingan pemanfaatn batang bambu. Selain itu, dibuat nota kesehapahaman dengan Pemerintah Kota Bandar Lampung untuk pembangunan pusat konservasi edukasi,” ujar Hamdani, Manajer SDM, Umum, Keuangan dan CSR PT Bukit Asam Tbk Unit Pelabuhan Tarahan Lampung.

Setahun kemudian, dilakukan perawatan dan pemanfaatan bambu di Pelabuhan Tarahan di Desa Sidomulyo seluas 21 HA. Pun di tahun yang sama dilakukan pembuatan sumur bor untuk menjamin ketersediaan serta pengelolaan air bersih san sanitasi yang berkelanjutan di sekitar Paguyuban Krajan.

Pada 2020 mulai dilakukan pemberdayaan tusuk sate lansia dengan produksi 168 ton per tahun. Selain itu, pemberdayaan produk cuka bambu solusi petani Katibung dengan rata-rata peningkatan hasil panen sebesar 16 persen per tahun. “Kami juga melakukan penanaman bambu seluas 39 Ha,” katanya.

Tahun lalu, Bukit Asam meningkatkan kelembagaan mitra binaan menjadi koperasi selain replikasi pembentukan 26 kelompok tusuk sate baru. Penanaman dan perwatan bambu di empat wilayah seluas 49 HA. “Kami juga membentuk Sentra Market Pasar Kreatif Kampung SIOKE di Sidomulyo untuk 37 UMKM,” katanya.

Tahun ini adalah exit strategy. Tujuannya adalah menjadi sentra industri hilirisasi bambu skala nasional di Lampung sehingga terwujud masyarakat desa Sidomulyo mandiri dan berwawasan lingkungan.

Hamdani menjelaskan budidaya dan hilirisasi bambu merupakan salah satu bentuk Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan (TJSL) dalam mendukung pembangunan berkelanjutan yang dijalankan Bukit Asam. Sinergi antarpemangku kepentingan sangat penting agar kebutuhan tusuk sate dapat dipenuhi dari produksi dalam negeri.

“Bagaimana agar tusuk sate ini bisa diproduksi seluruhnya di dalam negeri. Bukit Asam menjalankan program ini melalui kolaborasi dengan pemerintah, para praktisi, dan masyarakat,” kata Hamdani.

Keberhasilan program TJSL Bukit Asam di Pelabuhan Tarahan dengan Program Bamboo for Life mendapatkan penghargaan Platinum Kategori Creating Shared Value (CSV) Program pada ajang E2S Proving League 2022.

Bukit Asam merupakan satu dari 22 peserta peraih dan kandidat emas PROPER 2020-2021 di sektor Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) yang mengikuti E2S Proving League 2022 bertajuk “CSR Collaboration : Building Community Resilience and Local Livelihoods Generation” yang telah digelar pada Sabtu-Minggu, 23-24 Juli 2022.

Apollonius Andwie, Corporate Secretary PT Bukit Asam Tbk, menyampaikan terima kasih atas penghargaan dengan predikat Platinum pada kategori CSV yang diberikan oleh E2S. Menurut dia, Program Bamboo for Life yang dijalankan Bukit Asam sejak 2014 sudah terbukti berdampak positif pada lingkungan dan memberi manfaat pada masyarakat.

“Penghargaan ini mendorong kami untuk terus mendukung pembangunan berkelanjutan (Sustainability), melakukan berbagai pendampingan pemberdayaan masyarakat dengan memperhatikan standar ESG (Environmental, Social, and Governance) dan GRC (Governance, Risk, and Compliance),” ujar Apollonius. (DR)