JAKARTA – Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) memberikan lampu hijau kepada badan usaha niaga gas untuk menjual secara komersil alokasi gas untuk industri yang memperoleh insentif harga gas khusus namun tidak terserap. Sebelumnya dalam aturan harga gas khusus bagi industri aturan main ini belum ditetapkan.

Selain itu dalam catatan pemerintah juga sempat dibeberkan bahwa hingga akhir tahun lalu, serapan gas oleh industri yang mendapat insentif ini tercatat masih di bawah alokasi.

Ketentuan baru ini tertuang dalam Kepmen ESDM Nomor 134.K/HK.02/MEM.M/2021 yang mencabut Kepmen ESDM Nomor 89K/10/MEM/2020. Diktum keempat beleid ini menyebutkan, dalam hal volume gas bumi tidak diserap oleh pengguna gas bumi yang memperoleh harga gas khusus US$ 6 per juta british thermal unit, badan usaha niaga gas dapat memanfaatkan sisanya untuk dijual pada konsumen secara komersial dengan menggunakan harga gas bumi.

Selanjutnya, dalam diktum kesebelas, badan usaha niaga gas wajib melaporkan realisasi volume dan harga atas penyaluran gas bumi yang tidak terserap kepada Menteri ESDM melalui Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi setiap bulan atau sewaktu-waktu jika diperlukan.

Komaidi Notonegoro, Direktur Eksekutif Reforminer Institute, mengungkapkan ketentuan pengalihan volume gas cukup positif. Pelaku usaha bisa mendapatkan manfaat yang jelas dari pengalihan gas ini.

“Ada peluang untuk mendapatkan manfaat ekonomi yang lebih besar dari gas yang tidak terserap,” kata Komaidi, Kamis (19/8).

Menurut dia, pengalihan volume ini disebutnya tidak akan menjadi masalah karena saat kebutuhan gas industri meningkat badan usaha niaga gas bisa memanfaatkan LNG sebagai pengganti. “Umumnya nanti akan memanfaatkan LNG yang lebih fleksibel,” ujar Komaidi.

Dalam data Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) serapan gas harga khusus oleh industri belum optimal. Pada tahun lalu, dari alokasi gas gas maksimal 1.205 BBTUD sesuai Kepmen 89K, realisasi serapan gas ini baru sebesar 916,7 BBTUD atau 76% dari alokasi. Padahal dalam Kepmen 134K, alokasi gas ini lebih besar seiring bertambahnya industri yang menerima insentif harga gas khusus.

PT Perusahaan Gas Negara Tbk pernah menyampaikan adanya potensi penurunan pendapatan hingga US$800 juta dalam kurun waktu 2020-2024 lantaran kebijakan harga gas khusus. Untuk itu PGN berharap dapat memperoleh insentif sebagai kompensasi implementasi kebijakan pemerintah ini. Salah satu insentif yang diminta saat itu adalah dapat memanfaatkan alokasi gas harga khusus yang tidak terserap. Pasalnya, secara teknis operasi, pasokan gas disebutnya tidak dapat dipisahkan antara alokasi sesuai Kepmen harga gas maupun di luar Kepmen.

Tutuka Ariadji, Direktur Jenderal Migas Kementerian ESDM juga pernah mengakui adanya gas yang tak terserap dari alokasi Kepmen harga gas khusus. Dia juga menuturkan bahwa alokasi yang tak terserap ini menjadi masalah bagi PGN dan kemungkinan akan terulang lagi di tahun berikutnya. Pemanfaatan gas yang tidak terserap industri itu nantinya akan membutuhkan adanya audit di PGN, untuk memastikan tidak adanya masalah legalitas.(RI)