JAKARTA – Pertumbuhan pembangkit listrik berbasis Energi Baru Terbarukan (EBT) cukup rendah. Berdasarkan data Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) hingga 2023 ada penambahan kapasitas pembangkit sebesar 539,52 Megawatt (MW) sehingga secara total saat ini total kapasitas pembangkit EBT di Indonesia mencapai 13.155 MW.

Dalam kurun waktu 5 (lima) tahun terakhir, penambahan kapasitas pembangkit EBT hingga tahun 2023 sebesar 3.322 MW dengan kenaikan rata-rata sekitar 6% per tahun. Untuk tahun ini total kapasitas terpasang ditargetkan mencapai 13.886 MW.

Salah satu faktor lesunya pertumbuhan pembangkit listrik EBT ternyata adalah ketentuan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) dalam pembangunan pembangkit listrik EBT.

Jisman P Hutajulu, Dirjen Ketenagalistrikan sekaligus Plt Dirjen Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE), Kementerian ESDM, mengakui TKDN menjadi salah satu tantangan serius dalam mendorong pembangunan pembangkit listrik berbasis EBT. Para lender kata dia menolak TKDN jadi salah satu poin atau klausul yang dimasukkan dalam kontrak Power Purchase Agreement (PPA).

“Ini harus diselesaikan beberapa lender dan calon pemenang lelang nggak mau menginginkan aturan TKDN. Beberapa yang sudah mau PPA terutama terkait dengan ini sudah ada pembicaraan deal karena TKDN jadi menunggu,” ungkap Jisman dalam konferensi pers di Jakarta, Kamis (18/1).

Kementerian ESDM bakal membahas ini dengan Kementerian Perindustrian untuk mencapai titik temu guna memutuskan standar TKDN di EBT agar tidak jadi batu sandungan dalam pengembangan EBT.

“Penting memang TKDN tapi apakah ini sudah bisa dukung industrinya (di dalam negeri ) padahal harus berikan itu pada luar. Tapi ketika belum siap padahal harus didorong, tentunya jadi pertimbangan tersendiri jadi komunikasikan Kementerian Lembaga terkait supaya ini nggak bisa ditahan. kalau nanti gara-gara TKDN akan shortage gak ada pembangunan lagi jadi masalah. Ekonomi tumbuh passti mesin tumbuh, sehingga kita berharap waktu dekat ada kesimpulan dan akan angkat apakah nanti ada penyesalaian TKDN, mana aja proyek yang deal harus diselesikan,” jelas Jisman.

Sahid Junaidi, Sekretaris Ditjen EBTKE mengungkapkan masalah TKDN ini cukup banyak dialami oleh badan usaha swasta. Dia menjelaskan bahwa karakter EBT itu finansial dan teknologi. Finansial untuk dapat dana murah dalam pengembangan EBT sulit. Sementara untuk masalah Teknologi, Indonesia masih mengadopsi dari luar negeri.  “Teknologi didatangkan dari luar, tapi soal TKDN nya belum ketemu,” ungkap Sahid. (RI)