JAKARTA– Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) akan kembali melakukan penawaran atau lelang blok migas pada 2020. Setidaknya ada 12 blok migas yang akan ditawarkan kali ini.

Mustafid Gunawan, Direktur Pembinaan Usaha Hulu Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Bumi, Kementerian ESDM, menjelaskan dari 12 blok migas yang disiapkan ada 10 blok migas merupakan blok konvensional, sementara untuk dua blok lainnya merupakan blok nonkonvensional.

“Tahun ini ada dua skema yang akan ditawarkan kepada kontraktor yaitu cost recovery dan gross split. Dari pimpinan (Menteri ESDM) terbuka dua skema u, bergantung pada hasil teknis,” kata Mustafid disela konferensi pers Ditjen Migas di Jakarta, Selasa (14/1).

Untuk tahap awal, kata Mustafi, Ditjen Migas akan melelang 10 blok migas konvensional terlebih dulu. Dia memastikan lelang akan digelar pada semester I 2020.  “Kami berharap Maret atau April konvensional bisa dilelang, 10 dulu,” ujarnya.

Sementara untuk dua blok on konvensional akan menyusul dilelang. Pemerintah membutuhkan waktu lebih lama dalam mempersiapkan blok nonkonvensional. Maklum saja dalam beberapa tahun terakhir belum ada blok non konvensional yang laku. Bahkan pada tahun lalu juga tidak ada satu pun blok migas yang dilelang.

“Yang nonkonvensional sudah lama, masih cari seperti apa agar nonkonvensional lebih giat lagi,” ujarnya.

Djoko Siswanto, Pelaksana Tugas Dirjen Migas Kementerian ESDM, menjelaskan dua skema kontrak rencananya ditawarkan dalam lelang blok migas tahun ini agar tidak menimbulkan polemik diantara para Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS).

Dua skema tersebut sebenarnya juga masih digunakan di Indonesia. Skema kontrak cost recovery masih dominan ketimbang gross split atau sekitar 200 kontrak sementara gross split ada 45 kontrak.

Menurut Djoko, pemerintah akan membandingkan cost recovery dan gross split agar diketahui keekonomian yang sama. Bilai skema cost recovery yang digunakan pasti split (bagi hasil) pemerintah lebih besar karena ikut tanggung cost. Bila digunakan gross split, pemerintah kecil karena yang tanggung cost kontraktor.

“Kami perlu waktu untuk bandingkan ini karena kalau dilelang itu eksplorasi jadi susah hitung keekonomiannya. Kalau perpanjangan gampang. Kalau yang baru ngebor seismik,” jelas Djoko. (RI)