JAKARTA – Pemerintah dinilai memiliki posisi yang kuat apabila mendapat gugatan arbitrase dari perusahaan tambang konsentrat tembaga PT Freeport Indonesia, anak usaha Freeport McMoran Inc. perusahaan tambang asal Amerika Serikat.

Hikmahanto Juwana, Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia, mengatakan selama ini pemerintah tidak pernah mengalami kekalahan dalam kasus arbitrase

“Kalau ICSID kan menang terus belakangan ini, seperti kasus Century dan Churchil. Kalau commercial arbitration, menang lawan Newmont saat digugat soal divestasi. Lagian dalam kasus ini (Freeport) posisi pemerintah kuat kok,” kata Hikmahanto kepada Dunia Energi.

Richard C. Adkerson, President dan CEO Freeport McMoRan, sebelumnya mengatakan  akan membawa masalah yang dihadapi Freeport di Indonesia ke arbitrase, jika hingga 120 hari ke depan tidak ada kesepakatan dengan pemerintah.

Menurut dia, Freeport tidak dapat melakukan ekspor tanpa mengakhiri kontrak karya yang ditandatangani 1991 silam itu. Kontrak karya tidak dapat diubah sepihak oleh pemerintah Indonesia melalui izin ekspor yang diberikan jika beralih status menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK).

“Dalam surat yang kami sampaikan ada waktu 120 hari di mana pemerintah Indonesia dan Freeport bisa menyelesaikan perbedaan-perbedaan yang ada. Kalau tidak selesai, Freeport punya hak untuk melakukan arbitrase,” kata Adkerson.

Agus Hermanto, Wakil Ketua DPR, menekankan pada dasarnya pemerintah sangat menghormati perjanjian kontrak karya dengan negara manapun dengan siapapun. Namun, pemerintah tetap tidak boleh mengabaikan undang-undang yang ada.

Untuk itu, lanjut dia, apabila Freeport Indonesia tetap mau melakukan ekspor konsentrat, tentu harus merubah status menjadi pemegang izin usaha pertambangan khusus (IUPK).

“Arbitrase, kita siapkan. Sekali lagi kita tidak ingin memperlemah atau bersinggungan dengan UU yang ada. Apa yang ditawarkan Pak Menteri ESDM adalah solusi di dalam bisnis,” tandas Agus.(RA)