JAKARTA – Setelah melengserkan Dwi Soetjipto dan Ahmad Bambang dari posisi direktur utama dan wakil direktur utama PT Pertamina (Persero) pada Februari lalu,  kini giliran Rachmad Hardadi diberhentikan dengan hormat dari posisi direktur megaproyek pengolahan dan petrokimia. Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Rini Soemarno kemudian menunjuk Ardhy N. Mokobombang.

“Pencopotan Rahmad Hardadi mengindikasikan bahwa perkubuan di tubuh Pertamina masih berlangsung. Ternyata Dirut Pertamina yang baru tidak mampu merangkul kedua kubu berseteru tersebut,” kata Fahmy Radhi,  Pakar Energi dari Universitas Gadjah Mada kepada Dunia Energi, Selasa.

Menurut Fahmy,  jika dibiarkan kondisi  perseteruan di Pertamina berpotensi semakin meruncing dan akan memberikan dampak negatif bagi kinerja Pertamina.

Permasalahan diperusahaan migas terbesar milik negara ini pun diminta untuk segera diatasi tidak hanya di level Kementerian BUMN sebagai perwakilan pemerintah di Pertamina tapi harus langsung mendapatkan perhatian dari Presiden Joko Widodo.

“Barangkali hanya Presiden yang bisa menyelesaikan perseteruan di tubuh Pertamina yang tak kunjung reda,” kata Fahmy.

Isu adanya perkubuan memang sudah merebak sejak Kementerian BUMN mengangkat Ahmad Bambang sebagai Wakil Direktur Pertamina. Kondisi itupun berujung dengan dicopotnya Dwi Soetjipto sebagai Dirut Pertamina dan juga Ahmad Bambang. Posisi Dwi kemudian  digantikan Elia Massa Manik.

Sejak itupun jabatan wakil direktur utama pun dihapuskan dari struktur manajemen Pertamina.

Selain mengganti posisi direktur megaproyek pengolahan dan Petrokimia,  manajemen Pertamina juga dimekarkan dengan menambah dua direksi baru,  yakni Gigih Prakoso sebagai direktur perencanaan,  investasi dan manajemen risiko serta direktur manajemen aset yang sebelumnya dirangkap Dwi Daryoto sebagai direktur SDM.

Fahmy  menilai penambahan dua direksi baru sebagai hal yang mubazir karena ditengah merosotnya keuntungan Pertamina dan membengkaknya biaya operasional, penambahan direksi bukanlah kebijakan yang tepat dan  juga tidak ada urgensinya.

“Malah cenderung pemborosan, yang membengkakkan biaya dan menurunkan laba, ujung-ujungnya memperkecil dividen yang disetor ke negara,” kata Fahmy

Inas Nasrullah, Wakil Ketua Komisi VI DPR RI mengaku belum mendapat penjelasan formal terkait perombakan direksi di Pertamina.

Komisi VII,  kata dia akan segera menjadwalkan pertemuan dengan direksi Pertamina untuk mengetahui duduk persoalan serta urgensi pergantian dan penambahan direksi.

“Kita akan jadwalkan segera panggil Pertamina untuk meminta penjelasan,” tandas Inas.(RI)