JAKARTA – Isu hubungan industrial terutama di sektor pertambangan yang pada umumnya sangat padat modal dinilai mulai mempengaruhi iklim bisnis. Peningkatan kekuatan dan peranan serikat pekerja (SP) membuat gerakan yang mengatasnamakan kepentingannya dipandang sebagai tindakan yang sah menurut hukum dan hak asasi dengan membaiknya pertimbangan dari sisI legalitas.

“Dalam implementasi hubungan industrial bertujuan untuk menciptakan stabilitas usaha dan ketentraman bekerja hingga mampu mendorong produktivitas perusahaan,” kata Irwandy Arif, Ketua Umum Indonesia Mining Institute (IMI), di Jakarta Rabu (23/8)
Irwandy mengatakan pada industri pertambangan pengelolaan hubungan industrial dihadapkan pada sejumlah tantangan terkait pihak yang terlibat di dalamnya. Serta, sejumlah aspek teknis lain yang melekat.
Menurut dia, dari aspek pihak terlibat, tantangan dapat berupa serikat pekerja yang cukup kuat serta kerap kali dimanfaatkan melalui pihak luar yang tidak bertanggungjawab. Tantangan juga meliputi penggunaan tenaga outsorcing yang rentan terhadap isu politik dan kebijakan tidak populer serta regulasi pemerintah yang cenderung dinamis mengikuti kepentingannya yang membawanya.
“Dari sejumlah aspek teknis kendala kendala yang muncul diantaranya terkait dengan mekanisme pasar di mana fluktuasi harga komoditas memaksa perusahaan untuk melakukan efisiensi produkai demi mempertahankan produktivitas,” kata Irwandy.
Kemunculan konflik hubungan industrial menimbulkan dampak yang cukup serius bagi perusahaan. Dalam cakupan jangka pendek, perusahaan dihadapkan pada keterlambatan kegiatan maintenance serta bergesernya rencana proses produksi yang telah disusun.
Untuk cakupan jangka panjang, konflik yang muncul dapat mengganggu investasi jangka panjang,  termasuk skema penerimaan pemerintah dari pajak yang dibayarkan serta komitmen perusahaan dalam upaya memberdayakan masyarakat. Beberapa dampak yang timbul tersebut di antaranya dapat dimitigasi melalui penerapan regulasi dengan skema yang lebih baik dengan memberikan ruang dan waktu bagi perusahaan untuk melakukan persiapan dan penyesuaian serta skema pemberdayaan masyarakat dan pekerja yang dilakukan lebih awal untuk membangun kemandirian dan mengurangi ketergantungan pekerja pada perusahaan.
Irwandy menambahkan, dari berbagai kasus hubungan industrial yang muncul, sebenarnya terdapat sejumlah peran dan fungsi kunci yang dapat dilakukan pemerintah dan asosiasi industri untuk menjaga stabilitas iklim investasi. Sebagai regulator, pemerintah dapat mengambil langkah strategis yang menjamin iklim investasi dengan menerbitkan regulasi yang mendorong keberlangsungan investasi di sektor pertambangan itu sendiri.
Upaya koordinasi lintas sektoral yang lebih baik diharapkan juga mampu menjaga iklim investasi yang positif di Indonesia.
“Asosiasi sebagai mitra pemerintah dapat menjalankan peran advokasi yang lebih kuat kepada para pemangku kepentingannya dengan menekankan peran penting sektor pertambangan minerba pada perekonomian Indonesia secara umum,” tandas Irwandy.(RA)