JAKARTA– PT Bukit Asam Tbk (PTBA), anak usaha PT Indonesia Asahan Aluminium (Persero) di sektor pertambangan batubara, mencatatkan penjualan sebesar 6,3 juta ton pada kuartal I 2018, naik dibandingkan kuartal I 2017 yang tercatat 5,44 juta ton maupun periode kuartal I 2016 sebesar 5,23 juta ton.

Berdasarkan keterbukaan informasi yang dimuat laman perseroan, ekspor masih menjadi kontributor terbesar penjualan batubara Bukit Asam, yaitu sebesar 54,4% atau sekitar 3.427.200 ton dan domestik sebesar 45,6% atau sekitar 2.872.800 ton.

China menjadi tujuan ekspor batubara terbesar Bukit Asam sepanjang periode Januari-Maret 2018. Total ekspor ke China mencapai 28,6% dari total penjualan di kuartal I atau sekitar 1,8 juta ton. Sisanya berturut-turut India dengan 10% atau sekitar 630 ribu ton, Thailand sebesar 8,9% atau setara 560.700, Hong Kong sebesar 2,3% atau 144.900 ton, dan Filipina 1,4% atau 88.200 ton. Sisanya adalah Korea Selatan 1,3% atau 81.900 ton, Taiwan 1,1% atau 69.300 ton, dan Malaysia 0,7% atau sekitar 44.100 ton.

Bukit Asam juga berpotensi mendongkrak ekspor dari batubara kalori tinggi. Tahun ini, perusahaan berencana memasarkan hingga 3 juta ton batubara dengan spesifikasi 6.400-7.200 kcal/kg. “Mayoritas penjuaan ditujukan untuk ekspor,” ujar Arviyan Arifin, Direktur Utama Bukit Asam.

Menurut dia, batubara berkalori tinggi menjadi diversifikasi penjualan batubara perseroan yang mayoritas memiliki spesifikasi 4.800—5.000 Kcal/kg. Tahun lalu, penjualan batu bara berkalori 4.800—5.000 Kcal/kg mencapai 90,67% dari total pemasaran sebesar 23,63 juta ton. Total penjualan batubara pada 2017 naik 2,87 juta ton dari 2016 sebesar 20,75 juta ton. Komposisi penjualan didominasi oleh penjualan domestik sebesar 61% dan ekspor 39%.

“Produk batu bara berkalori tinggi mendapat sambutan positif dari pasar. Belum produksi saja sudah dipesan,” katanya di Jakarta, baru-baru ini.

Bukit Asam memiliki cadangan batubara berkalori tinggi sebesar 60 juta ton. Perseroan disebut-sebut telah mengantongi perjanjian pemesanan sekitar 1,5 juta ton dari target penjualan 3 juta ton.

Bukit Asam sebenarnya mendapat tantangan berupa kebijakan pembatasan harga batubara kewajiban pasokan domestik atau domestic market obligation (DMO) untuk pembangkit listrik. Kebijakan ini juga membuat perusahaan pertambangan batubara wajib memasok kepada PLN sebesar 25% dari total produksinya.

Karena itu, penjualan batubara berkalori tinggi merupakan kompensasi Peraturan Menteri ESDM yang baru terkait kewajiban memasok batu bara ke PLN. Artinya, Bukit Asam memanfaatkan tambahan 10% produksi untuk produk premium.

Pada periode Januari-Maret 2018, Bukit Asam mencatatkan penjualan sebesar Rp 5,75 triliun dan laba bersih Rp 1,45 triliun. Kinerja produsen batubara ini melonjak signifikan di kuartal I 2018 dibanding periode yang sama tahun lalu (year on year). Pada periode Januari-Maret 2017, Bukit Asam mencetak pertumbuhan pendapatan Rp4,54 triliun dan laba bersih melompat hingga 262% menjadi Rp 870,8 miliar dibandingkan kuartai I 2016 sebesar Rp 332,6 miliar. Perolehan laba bersih pada kuartal I 2017 sebesar Rp 4,55 triliun, naik 128% dibandingkan kuartal I 2016.

Harga jual rata-rata tertimbang batubara Bukit Asam sepanjang Januari-Maret 2018 sebesar Rp892.243 atau naik dibandingkan harga jual rata-rata tertimbang batubara kuartal I 2017 sebesar Rp 811.342 atau 22% lebih tinggi dibanding periode yang sama 2016 sebesar Rp 664.001.

Strategi Bukit Asam yang mengurangi porsi penjualan batubara domestik dan memperbanyak penjualan ke pasar ekspor cukup efektif untuk menekan dampak kebijakan DMO. Pasalnya, beban untuk memasok PLN otomatis akan berkurang.

Peningkatan porsi penjualan ekspor batubara Bukit Asam menjadi 54% memungkinkan emiten ini untuk lebih leluasa menetapkan harga jual yang tinggi. Ke depannya, porsi penjualan ekspor akan jauh lebih tinggi daripada penjualan di pasar domestik. (DR)