JAKARTA – Melihat upaya transisi energi dan dekarbonisasi yang saat ini telah menjadi trend global, maka permintaan pasar untuk sumber daya manusia (SDM) di bidang aneka energi baru terbarukan diproyeksikan akan meningkat.

Andriah Feby Misna, Direktur Bioenergi, Direktorat Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi Kementerian ESDM, mengatakan dengan rencana emisi nol bersih Indonesia di 2060, untuk O&M Pembangkit Listrik Tenaga (PLT) energi baru terbarukan (EBT) dibutuhkan kurang lebih 559 ribu tenaga kerja. Sedangkan untuk konstruksi dan instalasi PLT EBT pada rentang 2030 hingga 2060 di proyeksikan 8,96 juta tenaga kerja, atau rata-rata menyerap 298 ribu tenaga kerja per tahun.

“Kompetensi yang dibutuhkan antara lain perencanaan pembangunan PLT EBT, pemasangan dan pembangunan PLT EBT, pengoperasian pembangkit PLT EBT, pemeriksaan dan pengujian PLT EBT, dan pemeliharaan pembangkit PLT EBT,” ujar Andriah Feby, Rabu(20/4).

Ia menyampaikan apresiasi terhadap acara Schneider Go-Green 2022 yang menjadi media untuk menuangkan ide cemerlang, inovasi dan kreativitas para generasi muda dalam mendorong pengembangan EBT. Mereka juga diajak untuk mengasah empati dan analytic thinking untuk melihat berbagai permasalah yang ada di Indonesia terkait akses terhadap energi dan bagaimana menyediakan energi yang bersih, handal dan terjangkau kepada masyarakat yang juga menjadi salah satu tujuan dari SDGs.

“Kolaborasi dengan industri sangat penting untuk membantu ide-ide dan hasil penelitian ini bisa discale up ke tahap komersial. Dan apa yang dilakukan oleh Schneider sangat baik untuk mewujudkan ide/inovasi tersebut untuk selanjutnya dapat dikembangkan secara komersial. Tentunya Pemerintah sangat mendorong upaya untuk mewujudkan ide/hasil penelitian ke tahap komersial ini,” ujar Andriah Feby.

Schneider Electric menyatakan perkembangan dan ketersediaan teknologi digital dan otomasi yang semakin hari semakin canggih membutuhkan daya imajinasi dan kreativitas sumber daya manusianya dalam menciptakan solusi-solusi inovatif untuk tujuan keberlanjutan. Mempersiapkan talenta muda dengan keterampilan yang berimbang antara aspek teknis (hard skill) dan non-teknis (soft skill) dapat dilakukan dengan menyediakan ruang kolaboratif bagi mereka untuk turut andil memikirkan dan mencari solusi atas permasalahan yang dihadapi masyarakat global, seperti Schneider Go Green.

Sondang Saktion, HR Director Schneider Electric Indonesia & Timor Leste, mengatakan teknologi digital untuk mendukung terwujudnya sustainability energy telah berkembang dengan pesat dibandingkan beberapa tahun yang lalu.

“Tugas kita terutama generasi muda penerus kepemimpinan adalah selalu lincah (agile) dan adaptif terhadap kemajuan tersebut. Kreativitas dalam menciptakan ide-ide yang inovatif juga sangat penting agar potensi teknologi yang ada dapat dimaksimalkan untuk memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi kehidupan masyarakat dan dunia yang lebih baik,” katanya.

Memperbanyak wawasan akan isu-isu sosial dan lingkungan yang terjadi di masyarakat, dan membuka diri terhadap ilmu-ilmu baru dan lintas sektoral merupakan modal penting untuk dapat memperoleh pemahaman yang holistik terhadap isu yang ada dan menciptakan solusi yang tepat. Kemampuan soft skill dalam hal ini antara lain problem solving, team worker, self management, dan kemampuan berkomunikasi juga menjadi kunci penting untuk mencetak talenta muda masa depan yang berdaya saing, kreatif dan inovatif.”

Schneider Go Green merupakan salah satu program pengembangan bakat dan mentoring yang diinisiasi oleh Schneider Electric sejak 2010. Schneider Go Green merupakan kompetisi global yang diperuntukkan bagi mahasiswa/i untuk menumbuhkan minat dan memfasilitasi generasi muda untuk ikut ambil bagian mencari solusi dalam pengelolaan energi dan otomasi industri yang efisien dan berdampak positif terhadap lingkungan. Pada 2021 lalu, Schneider Go Green berkolaborasi dengan AVEVA menambahkan dan melengkapi cakupan kategori kompetisi yang sudah ada yaitu De[coding] the Future, selain kategori Access to Energy, Homes of the Future, Plants of the Future, dan Grids of the Future.

Dalam penyelenggaran kompetisi ini, Schneider Electric memberikan panggung bagi generasi muda perempuan untuk menunjukkan kemampuannya. Schneider Go Green mewajibkan setiap tim harus memiliki sedikitnya satu peserta perempuan. Peserta merupakan mahasiswa/i yang sedang mengambil studi S1 maupun S2 di bidang studi antara lain Business, Computer Sciences, Engineering, Math, Marketing and Innovation.

Tahun ini terdapat sekitar lebih dari 250 ide terkumpul, menjadikan Indonesia menempati posisi ketiga sebagai negara dengan peserta terbanyak dari 10 negara yang berpartisipasi. Tim SmartFOCS yang terdiri dari Yusiran, Herviyandi Herizal, dan Sagaria Arinal Haq dari Institut Teknologi Bandung menjadi pemenang Indonesia Schneider Go Green 2022 dan akan mewakili Indonesia berkompetisi di tingkat regional pada 27 April 2022 mendatang. Adapun tim SmartFOCS mengusung ide pengembangan Smart Floating Ocean Current dan Solar Hybrid Generation Power System (SmartFOCS Power) untuk membantu mengembangkan masyarakat pesisir yang membutuhkan listrik dengan energi baru terbarukan.

“SmartFOCS Power merupakan teknologi hybrid yang mengintegrasikan pembangkit listrik fotovoltaik terapung dan turbin arus laut untuk menghasilkan energi yang dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan listrik pulau-pulau kecil yang sulit diakses oleh PLN. Hadirnya SmartFOCS Power dapat membantu masyarakat pesisir untuk meningkatkan perekonomiannya dengan membuka peluang bisnis seperti pabrik es dan bisnis perkapalan. Mereka juga tidak perlu khawatir terhadap kerusakan lingkungan karena salah satu nilai dari SmartFOCS Power adalah eco-friendly sehingga aman untuk lingkungan”, ungkap Yusiran, perwakilan Tim SmartFOCS.(RA)