JAKARTA – Aturan baru dalam tata kelola hilir gas yang belum lama ini diterbitkan oleh Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) diniliai berpotensi melanggar Undang-Undang Migas. Aturan tersebut adalah Peraturan Menteri (Permen) ESDM No.19/2021 tentang Perubahan atas Permen ESDM No.4/2018 tentang Pengusahaan Gas Bumi pada Kegiatan Usaha Hilir Migas

Mulyanto, Anggota Komisi VII DPR RI, mengungkapkan ada poin dalam beleid terbaru itu yang dinilai bisa diartikan menganulir kewenangan BPH Migas dalam lelang pembangunan proyek pipa gas.

“Permen tersebut berpotensi menghilangkan kewenangan BPH Migas dalam hal penyelenggaraan lelang pipa gas seperti yang diamanatkan UU No. 22/2001 tentang Minyak dan Gas Bumi dan PP No.67/2002 tentang Badan Pengatur Penyediaan dan Pendistribusian Bahan Bakar Minyak Dan Kegiatan Usaha Pengangkutan Gas Bumi Melalui Pipa,” kata Mulyanto, Senin (30/8).

Dia menjelaskan dalam Pasal 8 ayat (2)-(4) UU No. 22/2001 menegaskan bahwa (2) Pemerintah wajib menjamin ketersediaan dan kelancaran pendistribusian Bahan Bakar Minyak yang merupakan komoditas vital dan menguasai hajat hidup orang banyak di seluruh wilayah negara Republik Indonesia.

Kemudian pada ayat tiga (3) dikatakan kegiatan usaha Pengangkutan Gas Bumi melalui pipa yang menyangkut kepentingan umum, pengusahaannya diatur agar pemanfaatannya terbuka bagi semua pemakai.

Dan di ayat empat (4) ditegaskan bahwa Pemerintah bertanggungjawab atas pengaturan dan pengawasan
kegiatan usaha sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dan ayat (3) yang pelaksanaannya dilakukan oleh Badan Pengatur.

“Sementara berdasarkan PP No. 67/2002, BPH Migas sebagai Badan Pengatur Hilir mempunyai tugas mengatur dan menetapkan pengusahaan transmisi dan distribusi Gas Bumi (Pasal 4 ayat f). BPH Migas juga mendapat kewenangan mengadakan lelang transmisi gas, yaitu melalui pasal 5 ayat (i),” ujar Mulyanto.

Menurut Mulyanto, Permen ESDM No.19/2021 ini terkesan seperti strategi Kementerian ESDM untuk menganulir peran BPH Migas karena adanya konflik rebutan proyek. Salah satunya yang saat ini masih berlangsung adalah proyek pipa Cirebon – Semarang (Cisem).

“Ini kan kelanjutan dari kisruh kasus proyek pipa gas ruas Cirebon-Semarang (Cisem) antara Menteri ESDM dan BPH Migas, yang segera ditangani Jaksa Agung Muda Perdata dan Tata Usaha Negara (Jamdatun),” jelas Mulyanto.

Dia meminta Permen ini didalami dalam Panja Migas bersama-sama dengan BPH Migas untuk menghindari ketidakpastian hukum.

Mulyanto minta agar lembaga penyelenggara negara, baik Kementerian ESDM dan BPH Migas, untuk menghindari rivalitas. “Seharusnya kedua lembaga Pemerintah bekerjasama untuk melayani masyarakat. Bukan malah rebutan kewenangan,” ungkap Mulyanto.

Tutuka Ariadji, Dirjen Migas Kementerian ESDM, menjelaskan adanya aturan baru yang dikeluarkan Menteri ESDM bertujuan untuk memangkas birokrasi perizinan dan memberikan kepastian hukum dalam berusaha bagi para Badan Usaha.

“Selain itu, memberikan kehandalan pasokan konsumen gas bumi dan memberikan peluang usaha infrastruktur gas bumi kepada Badan Usaha/investor,” kata Tutuka.

Perubahan pada Permen ESDM Nomor 4 Tahun 2018 pada pasal 14 ayat 10 menjadi pasal 14 ayat 10 dan 11 dalam Permen ESDM Nompr 19 Tahun 2021, pada ayat 10 butir a, dinyatakan bahwa kegiatan usaha niaga gas bumi melalui pipa dapat dilakukan oleh Badan Usaha lain setelah mendapatkan Izin Usaha Niaga Migas dari Menteri ESDM sepanjang wilayah yang dibangun belum masuk dalam penetapan rencana lelang Wilayah Jaringan Distribusi oleh Badan Pengatur Hilir Migas pada tahun berjalan. Sebelumnya dalam peraturan Permen ESDM Nomor 4 tahun 2018, Badan Usaha dapat melakukan kegiatan usaha Niaga setelah mendapatkan pertimbangan dari Badan Pengatur Hilir Migas.

“Dalam pelaksanaan penerbitan izinnya nanti, Ditjen Migas akan meminta konfirmasi kepada BPH Migas atas informasi rencana lelang pada tahun berjalan tersebut,” ungkap Tutuka.

Kemudian pada ayat 10 butir b, dinyatakan bahwa Badan Usaha pemegang Izin Usaha Niaga Migas dapat melakukan pengembangan fasilitas dan menyalurkan gas bumi kepada konsumen gas bumi baru setelah melakukan penyesuaian Izin Usaha Niaga Migas sampai dengan ditetapkannya Badan Usaha pemegang Hak Khusus WJD. “Penyesuaian ini dimaksud sebagai upaya kita untuk mengoptimalkan pemanfaatan gas bumi, percepatan pengembangan fasilitas dan penyaluran gas bumi serta kehandalan pasokan pada konsumen,” jelas Tutuka.

Selanjutnya ditambahkan satu ayat dalam Pasal 14 tersebut yaitu ayat 11 yang menyatakan bahwa dalam menerbitkan Izin Usaha Niaga Migas sebagaimana dimaksud pada ayat 10 huruf a, Menteri ESDM dapat meminta pertimbangan dari Badan Pengatur Hilir Migas.