JAKARTA – Mimpi Indonesia untuk mencapai 23% penggunaan Energi Baru Terbarukan (EBT) dalam bauran energi nasional pada tahun 2025 hampir dipastikan pupus setelah pemerintah kini tengah memfinalisasi revisi Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2014 tentang Kebijakan Energi Nasional mendorong pemanfaatan Energi Baru Terbarukan (EBT) dan mengerem penggunaan sumber energi fosil.

Dalam draf revisi tersebut target EBT untuk tahun 2025 hanya sebesar 17% – 19% dari bauran energi nasional.

Djoko Siswanto, Sekretaris Jendral Dewan Energi Nasional (DEN), menjelaskan secara dalam revisi Kebijakan Energi Nasional (KEN) nanti target EBT akan diubah menjadi range atau rata-rata tidak dipatok.

“Dalam revisi KEN itu optimisme 17% terus pesimisnya 19% di 2025 tapi kita itu mulainya di 2025 karena angka 23% itu sudah mendunia bahkan Asean sendiri pakai angka itu sehingga kita jangan mundur dulu,” ungkap Djoko saat konferensi pers, Rabu (17/1).

Menurut dia persentase itu akan tetap tumbuh apalagi jika program suntik mati atau pensiun dini batu bara sudah berjalan secara optimal sehingga pembangkit EBT bisa masuk menggantikan peran pembangkit listrik fosil.

“Kalau misalnya serius batu baranya atau batu baranya disuntik mati target yang disampaikan itu pasti otomotis persentase EBT-kan meningkat. Kalau dari sisi nominalnya terus bertambahkan,” ujar Djoko.

Sementara itu, sebelumnya Arifin Tasrif, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), menegaskan dalam mengejar target bauran energi memang harus dilihat secara realistis. Dia memang belum mau memastikan apakah angka 17% akan jadi basis baru dalam mencapai target bauran EBT. Namun berbagai indikasi yang terlihat di kenyataan sekarang ini sudah bisa disimpulkan bahwa akan sulit bisa mencapai target yang diinginkan. “Kita juga harus melihatnya secara realistis dalam mengejar target ini,” kata Arifin.

Mulyanto, Anggota Komisi VII DPR RI, menyatakan Pemerintah pesimistis dan tidak siap dengan program yang seharusnya dilaksanakan. Target baru yang dicantumkan di KEN tidak sejalan dengan Program Net Zero Emision (NZE) yang ingin dilaksanakan. Target tersebut jauh dari angka yang semestinya bisa direalisasikan.

“Penurunan target bauran EBT ini hanya sekedar kamuflase agar capaian kinerja Pemerintah terkesan berhasil atau setidaknya capaian yang diperoleh tidak terlalu jauh terpaut dengan targetnya,” ujar Mulyanto.

Dia menilai pemerintah hanya mencari jalan pintas dalam menyelesaikan masalah tidak tercapainya target bauran EBT ini.

“Ini kan serupa dengan penurunan target sambungan jargas rumah tangga dari 4 juta sambungan (SR) menjadi 2.5 juta SR. Langkah mudah “exit strategy” mencapai target adalah dengan menurunkan targetnya.
Saya rasa itu hanya upaya artifisial saja bukan substansial, tidak mencerminkan upaya kerja keras pemerintah. Jelas kami tidak setuju dengan hal-hal seperti ini. Ini upaya yang tidak menarik dan Tidak mendidik,” kata Mulyanto.

Hingga akhir tahun 2023, persentase EBT dalam bauran energi nasional baru mencapai 13,1%. Ini bahkan hanya tumbuh sekitar 0,8% dibandingkan dengan realisasi pada tahun 2022 yang sebesar 12,3%.