JAKARTA – PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) masih menunggu perhitungan penilaian atau appraisal dari Kantor Jasa Penilai Publik (KJPP) terhadap nilai saham yang akan didivestasi PT Nusa Halmahera Minerals. Selain itu, Antam juga melakukan penilaian secara internal dari sisi penghitungan valuasi.

Dimas Wikan Pramudhito, Direktur Keuangan Antam, mengatakan Antam mempunyai hak mendapatkan penawaran lebih dahulu karena memiliki 25% saham Nusa Halmahera. Untuk itu, Antam tengah mengkaji nilai saham dari perusahaan yang mengelola tambang Gosowong di Maluku Utara tersebut.

“Kami belum pada tahap yes or no. Kami ada beberapa tahapan dalam menjajaki kemungkinan menyerap divestasi ini,” kata Dimas di Jakarta, Selasa (14/5).

Selain menunggu perhitungan valuasi saham, Antam yang merupakan anggota dari holding BUMN pertambangan di bawah PT Indonesia Asahan Aluminium (Persero) atau Inalum tersebut juga sudah menerjunkan tim geologi untuk melihat secara langsung potensi tambang yang dikelola Nusa Halmahera ke depan.

Saat ini, Antam menguasai 25% saham Nusa Halmahera dan 75% saham dikuasai perusahaan tambang asal Australia, Newcrest Mining Limited (Newcrest). Awalnya Antam hanya memiliki 17,5% saham Nusa Halmahera lalu bertambah 7,5% menjadi 25% saat divestasi pertama pada akhir 2012.

Menurut Dimas, divestasi saham milik Newcrast menjadi kewajiban mengingat Nusa Halmahera memiliki izin Kontrak Karya sehingga perlakuannya pun sama dengan divestasi yang diwajibkan bagi PT Freeport Indonesia dan pemegang kontrak karya lainnya.

“Treatment-nya sama dengan pemegang Kontrak Karya, sehingga ada tahapan divestasinya,” tukasnya.

Upaya divestasi saham oleh Newcrest adalah untuk memenuhi kesepakatan dalam amendemen kontrak NHM pada 2018. Dalam kesepakatan, Newcrest wajib mendivestasikan saham sebesar 51% kepada pihak nasional dalam jangka waktu 2 tahun setelah penandatangan kontrak atau pada 2020.

Eksplorasi Oksibil

Hartono, Direktur Operasi dan Produksi Antam, mengatakan selain dari Pongkor dan Cibaliung, Antam juga masih memiliki harapan untuk meningkatkan produksi emas ke depan melalui perusahaan yang bermitra dengan PT Vale Indonesia, yakni PT Sumbawa Timur Mining.

“Kami memiliki penyertaan 20%. Kami juga punya 20% di PT Gorontalo Mineral. Di Sumatera, kami juga punya afiliasi dengan Sorik Emas. Sekarang lagi pre-FS,” kata Hartono.

Dia menambahkan, Antam juga memiliki potensi yang besar di Oksibil, Gunung Bintang. Antam akan memulai eksplorasi pada semester II 2019. “Ini eksplorasi jangka panjang, bisa lima hingga delapan tahun,” kata Hartono.

Saat ini sebagian besar penjualan emas Antam ditopang dari pembelian emas pada pihak ketiga. Dari total penjualan emas sebesar 6.517 kilogram pada kuartal I 2019, kontribusi dari produksi emas tambang Pongkor dan Cibaliung hanya 470 kilogram.(AT)