JAKARTA- Proyek gasifikasi dipastikan menjadi topangan bisnis baru bagi perusahaan batubara. Sebagai Proyek Stretegis Nasional (PSN), gasifikasi diproyeksikan sebagai subtitusi Liquified Petroleum Gas (LPG) sehingga mengurangi ketergantungan pada impor bahan bakar minyak (BBM) dalam memenuhi kebutuhan energi di dalam negeri.

Agung Pribadi, Kepala Biro Komunikasi Layanan Informasi Publik dan Kerja Sama (KLIK) Kementerian ESDM, mengatakan bila saat ini perusahaan batubara melirik gasifikasi, ini adalah langkah tepat dalam membaca peluang bisnis energi masa mendatang. Pemerintah memastikan peningkatkan nilai tambah batubara bisa jadi suplai pengembangan industri dalam negeri. “Jadi, tidak hanya komoditas belaka,” ujar Agung dalam keterangan tertulis, Minggu (25/7).

Sebelumnya, pada diskusi virtual “Buka-Bukaan” bertema “Bukit Asam Melirik Bisnis Energi Terbarukan”, Direktur Utama PT Bukit Asam Tbk (PTBA) Suryo Eko Hadianto menegaskan, proyek gasifikasi menjadi kebutuhan utama bagi perusahaan tersebut. Gasifikasi akan menjadi salah satu pilar bisnis (perusahaan) ke depan.

Meski PTBA masih menguasai cadangan batubara lebih dari 3 miliar ton dan mampu digunakan hingga 100 tahun medatang dengan rata-rata produksi 30 juta ton per tahun, Suryo yakin pemenuhan kebutuhan energi saat itu tak lagi bersandar pada batubara. “Seratus tahun yang akan datang, batubara akan ditinggalkan. Maka harus kami berdayakan secepatnya, salah satu terobosannya adalah gasifikasi batubara,” jelasnya.

Menurut Suryo, gasifikasi akan jadi produk turunan dari batubara (coal derivative). “Proses gasifikasi PTBA adalah mengubah batubara menjadi Dymethil Ether (DME) yang fungsinya menjadi pengganti LPG,” ungkapnya.

Indonesia masih mengimpor LPG sekitar 7 hingga 8 juta ton per tahun. Untuk itu, proyek gasifikasi diharapkan mampu menjawab kemandirian energi. “Apa yang sudah dilakukan PTBA (gasifikasi) sejalan dengan program Presiden Jokowi dalam mengurangi impor,” katanya.

Suryo memastikan proyek gasifikasi segera berjalan. Kepastian berlanjutnya proyek gasifikasi tersebut ditandai dengan penandatanganan Amandemen Perjanjian Kerja Sama Pengembangan DME antara PTBA, PT Pertamina, dan Air Products & Chemicals, Inc. (APCI). “Operatinal agreement dan processing agreement sudah ditandatangani,” tegasnya.

Menurut rencana, proyek ini akan dilakukan di Tanjung Enim selama 20 tahun. Dengan utilisasi 6 juta ton batu bara per tahun, proyek ini dapat menghasilkan 1,4 juta DME per tahun untuk mengurangi impor LPG 1 juta ton per tahun sehingga dapat memperbaiki neraca perdagangan.

Selain itu, proyek ini diharapkan dapat memberikan dampak berganda, antara lain menarik investasi asing lainnya, juga melalui penggunaan porsi TKDN dalam proyek yang diharapkan dapat memberdayakan industri nasional dengan penyerapan tenaga kerja lokal.

“Bersama Kementerian ESDM, Kementerian Koordinator Maritim dan Investasi dan BUMN, kami menggodok peraturan untuk mengelaborasi dari kerja sama ini,” ujar Suryo. (RA)