JAKARTA – Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) telah mendapatkan izin dari pemerintah untuk membuka 1.316 kilometer seismik line dan 368 sumur kunci regional seluruh Indonesia.

Shinta Damayanti, Kepala Divisi Eksplorasi SKK Migas, mengatakan data tersebut nantinya akan ditawarkan kepada investor, perguruan tinggi, services company, ataupun pihak lainnya yang berminat melakukan kolaborasi dalam mengkaji data bersama tim SKK Migas dan Indonesia Society of Petroleum Geologist (ISPG) yang telah dibentuk sebelumnya.

“Saat ini terdapat lima tim pengkajian data yang terbagi menjadi tim Sumatera, Natuna, Jawa, Kalimantan, dan Indonesia Timur. Tim terdiri dari para ahli geologi dan geofisis yang ada di Indonesia,” kata Shinta, Kamis (29/11).

Wisnu Prabawa Taher, Kepala Divisi Program dan Komunikasi SKK Migas, menambahkan seluruh pihak yang berminat untuk menggunakan data-data tersebut serta untuk melakukan kolaborasi dengan SKK Migas dapat langsung menghubungi Divisi Eksplorasi SKK Migas.

“Pembukaan data tersebut diharapkan dapat menarik para investor maupun peneliti untuk menemukan giant discovery. SKK Migas melakukan ini mendukung iklim investasi hulu migas di Indonesia agar lebih baik,” kata Wisnu dalam keterangan tertulisnya.

Pelaku usaha sebelumnya juga masih mengeluhkan adanya kesulitan akses data blok migas. Dalam implementasinya kontraktor kontrak kerja sama (KKKS) yang melakukan kegiatan pencarian minyak dan gas di Indonesia tidak serta merta digratiskan dari biaya data blok. Perusahaan migas pasti juga melakukan study secara mandiri di suatu wilayah ataupun joint study bersama pemerintah. Untuk melakukan joint study masih dikenakan biaya.

“Nah, kalau bisa selain yang dilelang itu free, yang joint study juga free. Kalau itu nanti jadi PSC, baru saya bayar,” ungkap Rovicky, Vice President New Venture PT Saka Energi Indonesia.

Sementara itu, Badan Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengakui ada keterbatasan dalam melakukan survei seismik sebagai bagian dari eksplorasi.

Rudy Suhendar, Kepala Badan Geologi, mengatakan anggaran yang dialokasikan Badan Geologi untuk survei seismik hanya sekitar Rp96 miliar, per tahun. Padahal untuk satu survei seismik dibutuhkan dana sekitar Rp40 miliar-Rp50 miliar. Akibatnya, dalam kurun waktu tiga tahun baru delapan wilayah yang sudah dilakukan survei seismik.

“Seismik kami agak tersendat, berhubung ini tidak murah. Kami terkendala keterbatasan anggaran APBN, sehingga seismik sampai sekarang baru menyelesaikan delapan. Sangat sangat minim sekali,” tandas Rudy.(RI)