JAKARTA – Federasi Serikat Pekerja Pertamina Bersatu (FSPPB) menilai ada agenda lain yang membuat pemerintah menempatkan direksi baru PT Pertamina (Persero) dari luar perseroan. Pasalnya, selain menetapkan Nicke Widyawati sebagai direktur utama definitif, pemerintah melalui RUPS yang digelar Rabu (29/8) juga menetapkan Dharmawan H Samsu yang berasal dari BP Indonesia dan Kushartanto Koeswiranto dari PT Jasa Marga (Persero) menjadi direksi Pertamina.

Arie Gumilar, Presiden Federasi Serikat Pekerja Pertamina, mengatakan apabila alasan kemampuan sumber daya manusia jadi patokan perombakan, kualitas SDM binaan Pertamina tidak kalah dibanding pekerja profesional dari perusahaan lain. Selain itu, sosok direksi dari kalangan internal Pertamina memiliki keunggulan dari sisi pengalaman dan sudah mengerti proses pola bisnis di Pertamina.

“Banyak talenta Pertamina yang bisa jadi direksi dan itu lebih memenuhi kriteria karena lebih paham bisnis Pertamina seperti apa,” kata Arie, Kamis (30/8).

Selain Dharmawan dan Kushartanto, sebelumnya pemerintah juga memasukkan Nicke dari PT PLN (Persero) dan Mas’ud Khamid dari PT Telekomunikasi Indonesia (Persero) Tbk menjadi direksi Pertamina.

Menurut Arie, federasi meragukan kemampuan komposisi jajaran direksi yang sekarang bertugas. Karena dinilai sebagai perpanjangan oknum yang mengedepankan kepentingan lain di luar Pertamina.

“Dengan komposisi baru kami meragukan kapabilitas direksi Pertamina yang baru, kami melihat ada kepentingan politik atau pemburu rente atau lainnya,” ungkap dia.

Hubungan antara pekerja, manajemen dan pemerintah kerap kali memanas terlebih sejak rencana pembentukan holding BUMN migas digulirkan dan kemudian menjadikan PT Pertamina Gas (Pertagas) diakuisisi PT Perusahaan Gas Negara Tbk. Namun sebelum itu, Pertamina telah menguasai 56,96% saham PGN sekaligus menjadi subholding.

Hubungan makin tegang setelah Dwi Soetjipto dicopot dari posisi direktur utama dan digantikan Elia Massa Manik yang kemudian hanya bertahan kurang dari satu tahun menjabat dan kembali dilengserkan. Hingga akhirnya Nicke yang sempat menjabat beberapa bulan sebagai pelaksana tugas dirut ditetapkan sebagai dirut Pertamina definitif.

“Serikat pekerja kecewa kriteria yang disampaikan diabaikan. Direksi Pertamina harusnya paham bisnis dari hulu sampai hilir,” tegas Arie.

Inas Nasrullah, Wakil Ketua Komisi VI DPR, mengatakan posisi direksi terlebih direktur utama Pertamina sejak dulu sudah menjadi posisi politis dan sarat akan kepentingan. Wajar jika latar belakang direksi bisa dari berbagai macam, termasuk bukan dari pegawai karya Pertamina.

“Pertamina sejak era yang lalu, direksinya banyak juga yang bukan dari karyawan karir di Pertamina. Direksi kan jabatan politis,” kata Inas.

Menurut Inas, kondisi yang saat ini terjadi sebenarnya sudah berulangkali dan sejak dulu terjadi karena itu bukan hal baru jika ada nama-nama diluar pegawai karir masuk menjadi direksi. Poin terpenting adalah kinerja perusahaan, baik itu dipimpin pegawai karir atau bukan harus tetap menunjukkan kinerja positif.

“Berjalan biasa saja tidak ada kemerosotan dalam kinerja dan produksi, yang mengherankan kenapa baru sekarang dipersoalkan,” tandas Inas.(RI)

Direksi Pertamina

Direktur Utama: Nicke Widyawati
Direktur Keuangan: Arief Budiman
Direktur Hulu: Dharmawan H Samsu
Direktur Aset dan Manajemen: M. Haryo Junianto
Direktur Mega Proyek, Pengolahan, dan Petrokimia: Heru Setiawan
Direktur Pengolahan: Budi Santoso Syarif
Direktur Pemasaran Ritel: Mas’ud Hamid
Direktur Pemasaran Korporat: Basuki Trikora Putra
Direktur Logistik, Supply Chain, dan Infrastruktur: Gandhi Sriwidjojo
Direktur Sumber Daya Manusia: Kushartanto Koeswiranto