JAKARTA – Rancangan Undang – Undang (RUU) Energi  Baru Terbarukan (EBT) ditargetkan selesai dalam jangka waktu satu tahun ke depan.
Herman Khaeron, Wakil Ketua Komisi II DPR RI, mengatakan rancangan dan idenya muncul pada awal 2018 dan tidak mudah untuk memasukkan terhadap Prolegnas maupun prioritas.
“Ini menjadi inisiatif DPR untuk mempercepat proses agar bisa diselesaikan dalam durasi waktu yang terbatas. Saya pikir satu tahun ini (RUU EBT) bisa selesai,” kata Herman dalam acara Launching EBTKE Connex di Jakarta, Kamis (11/7).
Herman mengatakan, latar belakang munculnya inisiatif DPR menyusun RUU EBT adalah kesadaran bahwa kebutuhan energi semakin meningkat sementara kemampuan dalam negeri untuk menyediakan energi fosil tidak mencukupi untuk mengimbangi.  Apabila situasi ini terus berlangsung tentu tidak akan menguntungkan, suatu saat ketergantungan impor semakin besar padahal Indonesia memiliki potensi besar di EBT.
“Kendalanya, kompetitif harga. Ini yang selalu menjadi kendala. Padahal, membangun EBT itu justru kita membangun pertumbuhan ekonomi secara nasional,” ujar Herman.
Dia menekankan perlunya political will untuk bisa melahirkan berbagai peraturan perundangan. Menggagas UU EBT adalah keputusan politik untuk bisa mengawal agar ke depannya memungkinkan untuk mengembangkan EBT.
“Pada 2050 Denmark sudah mau melepaskan diri dari energi fosil. Di New Zealand, sudah ada beberapa PLTU batu bara yang ditutup. Keberanian pemerintah tentunya juga menjamin daripada pertumbuhan sektor EBT yang sampai saat ini masih dianggap harganya terlalu mahal dan pertumbuhannya lambat,” tandas Herman.(RA)