JAKARTA – Revisi Peraturan BPH Migas tentang penyaluran BBM tertentu dan jenis bahan bakar tertentu penugasan yang kini sedang digodog Badan Pengatur Hilir Migas (BPH Migas) dinilai berrisiko besar.

Mulyanto, Anggota Komisi VII DPR RI, meminta BPH Migas melakukan peningkatan pengawasan. Perubahan Peraturan BPH Migas yang niatnya ingin mempermudah masyarakat di daerah terpencil mendapatkan bahan bakar jangan sampai malah menjadi pintu masuk terjadinya penyalahgunaan BBM tertentu dan jenis bahan bakar penugasan.

Mulyanto berharap BPH Migas sudah mengantisipasi berbagai kemungkingan yang bakal terjadi sebelum merevisi Peraturan Nomor 6 Tahun 2015 tersebut. Jangan sampai revisi itu dilakukan tanpa persiapan yang mengakibatkan alokasi dan distribusi kedua jenis BBM tersebut berantakan.

“Saya berharap terkait implementasi soal sub penyalur BBM di daerah 3T, agar kemudahan distribusi BBM bersubsidi ini tidak disimpangkan masyarakat. Sesuai revisi regulasi yang ada, untuk memudahkan masyarakat, kini dimungkinkan di daerah 3 T membeli BBM subsidi dengan jerigen. Apalagi untuk daerah yang tidak ada program “BBM Satu Harga,” kata Mulyanto, Senin (26/2).

Revisi peraturan tersebut cukup baik, termasuk keberadaan sub penyalur BBM bersubsidi di tengah infrastruktur distribusi BBM di daerah 3 T yang terbatas. “Namun demikian implementasinya tetap perlu mendapat pembinaan dan pengawasan dari BPH Migas,” ujar Mulyanto.

Untuk diketahui BPH Migas melakukan revisi Peraturan BPH Migas Nomor 6 Tahun 2015 tentang Penyaluran Jenis Bahan Bakar Minyak Tertentu (JBT) dan Jenis Bahan Khusus Penugasan (JBKP) pada daerah yang belum terdapat penyalur guna memudahkan masyarakat mendapatkan bahan bakar minyak (BBM) subsidi dan kompensasi.

Sejumlah butir revisi Peraturan BPH Migas Nomor 6 Tahun 2015 tersebut, di antaranya terkait definisi sub penyalur, prosedur penunjukkan dan penetapan sub penyalur, format pembinaan dan pengawasan, lokasi pendirian sub penyalur, alokasi volume kebutuhan masing-masing konsumen pengguna, serta sanksi.(RI)