JAKARTA – Tren global mendorong penguatan penerapan prinsip-prinsip Enviromental, Social dan Governance (ESG) pada sub sektor pertambangan mineral dan batubara (Minerba) untuk pengendalian dampak pada lingkungan dan sosial. Penerapan ESG adalah salah satu tantangan dan peluang untuk keberlanjutan usaha dan meningkatkan daya saing. Demikian disampaikan Irwandy Arif, Ketua Dewan Pakar Perhimpunan Ahli Pertambangan Indonesia (Perhapi), dalam acara Mining for Journalist, Jumat(29/2/2024).

Irwandy menyebutkan beberapa standar asesmen ESG di dunia antara lain TSM Protocols and Guides yang diantaranya menyebutkan soal tailing managements, biodiversity conservation management, water stewardsip dan climate change protocol. Standar asesmen ESG berikutnya adalah ICMM yang mencakup 10 prinsip diantaranya environmental performance dan conservation of biodiversity. Selanjutnya standar asesmen ESG yang ada dalam UNGC yang meliputi precautionary approach to environmental challenges, undertake initiatives to promote greater environmental responsibility, serta encourage the development and diffusion of environmentally friendly technologies.

“Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) menerbitkan pedoman asesmen penerapan faktro lingkungan, sosial, dan tata Kelola (ESG) untuk 23 Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Pedoman ini bertujuan untuk mendukung peningkatan value BUMN dengan mengintegrasikan serta untuk mendukung pencapaian target enhanced nationally determined contribution (NDC) Indonesia,” ungkap Irwandy, saat acara the 2nd Mining for Journalist yang digelar Perhapi di Jakarta.

Irwandy menjelaskan, berdasarkan kriteria asesmen ESG yang disebutkan dalam TSM Protocols and Guides, aspek tailing managements mencakup tentang penerapan sistem pengelolaan tailing yang sesuai pedoman terbaik dalam industri, mengembangkan rencana untuk keadanan darurat, pelibatan eksekutif untuk memastikan pengelolaan tailing yang bertanggung jawab, serta mengelola risiko dan melakukan tinjauan secara berkala.

Untuk aspek biodiversity conservation management, menitikberatkan pada komitmen untuk melakukan konservasi keanekaragaman hayati di wilayah tambang, mengindentifikasi aspek keanekaragaman hayati yang signifikan, dan melaporkan secara publik aktivitas konservasi keanekaragaman hayati yang telah dilakukan. Pada aspek water stewadership, berkomitmen untuk melakukan tata kelola air pada wilayah tambang, menerapkan sistem manajemen ari yang mengelola kuantitas dan kualitas air dengan baik, serta melibatkan komunitas dan masyarakat dalam perencanaan dan tata kelola daerah aliran Sungai (DAS). Aspek climate change protocol mencakup mengenai komitmen terhadap menangani perubahan iklim, mengelola perubahan iklim melalui sistem komprehensif dalam efisiensi energi, pengurangan emisi, dan adaptasi terhadap dampak fisik, serta menentukan target dan membuat laporan terhadap aktivitas yang dilakukan.

Pada kriteria asesmen ESG berdasarkan prinsip ICMM, diantaranya aspek environmental performance yang menerapkan praktik tata kelola air yang efektif dan efisien, merancang dan menjalankan penutupan fasilitas penyimpangan tailing dengan manajemen yang baik dan sesuai standar, menerapkan hirarki mitigasi untuk mencegah polusi, mengelola limbah, serta mengatasi potensi dampak terhadap Kesehatan manusia dan lingkungan, serta menerapkan langkah-langkah untuk meningkatkan efisiensi energri menuju masa depan rendah karbon. Aspek conservation of biodiversity meliputi kontribusi pada konservasi keanekaragaman hayati dan perencanaan penggunaan lahan yang sesuai, serta melakukan asesmen risiko dan dampak terhadap keanekaragaman hayati dengan penerapan hirarki mitigasi. Aspek responsibility production menitikberatkan pada memfasilitasi sistem yang bertanggung jawab untuk desain, penggunaan, penggunaan kembali, daur ulang, dan pembuangan produk.

Irwandy menyampaikan, kriteria asesmen ESG sesuai prinsip UNGC untuk aspek precautionary approach to environmental challenges berfokus pada penerapan tindakan pencegahan yang melibatkan penerapan sistematis dari penilaian risiko, manajemen risiko dan komunikasi risiko yang berhubungan dengan permasalahan lingkungan. Aspek undertake initiatives to promote greater environmental responsibility menitikberatkan pada pengembangan strategi bisnis yang bertanggungjawab kepada lingkungan dan menginisiasi usaha bisnis yang lebih ramah lingkungan. Sementara aspek encourage the development and diffusion of environmentally friendly technologies mengacu pada pengembangan dan penerapan teknologi yang ramah lingkungan dalam kegiatan usahha, termasuk di dalamnya variasi proses produksi yang lebih bersih, teknologi monitoring dan pencegahan terhadap polusi.

“Regulasi lingkungan pertambangan di Indonesia mengacu pada Undang – Undang (UU) Nomor 3 Tahun 2020 tentang Perubahan Atas UU Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara,” kata Irwandy.

Lebih lanjut ia menyebutkan bahwa dalam UU 3/2020 disebutkan bahwa pemegan IUP/IUPK wajib melaksanakan pengelolaan dan pemantauan lingkungan pertambangan (Pasal 96). Pemegang IUP/IUPK wajib menyusun rencana reklamasi dan/atas pascatambang serta melaksanakannya (Pasal 99). Pemegang IUP/IUPK wajib menyediakan dan menempatkan jaminan reklamasi dan/atau pascatambang (Pasal 100).

Di samping itu, terdapat pula Keputusan Menteri (Kepmen) ESDM Nomor 1827 Tahun 2018 tentang Pedoman Pelaksanaan Kaidah Teknik Pertambangan yang baik. Regulasi ini menyebutkan mengenai pedoman pelaksanaan pengelolaan dan pemantauan lingkungan pertambangan mineral dan Batubara (Lampiran V).
Pada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 78 Tahun 2010 tentang Reklamasi dan Pascatambang, terdapat prinsip, pedoman dan tata laksana kegiatan reklamasi dan pascatambang.

Irwandy menambahkan, prinsip pengelolaan lingkungan hidup pertambangan sesuai PP 78/2010 berfokus pada perlindungan terhadap kualitas air permukaan, air tanah, air laut dan tanah serta udara; perlindungan keanekaragaman hayai; stabilitas dan keamanan timbunan batuan penutup, kolam tailing, lahan bekas tambang serta struktur buatan (man made structure) lainnya; pemanfaatan lahan bekas tambang sesuai dengan peruntukkannya; memperhatikan nilai-silai sosial budaya setempat; dan kuantitas air tanah.

Adapun pedoman pengelolaan lingkungan hidup pertambangan minerba berdasarkan Kepmen ESDM 1827/2018 antara lain meliputi pengelolaan lingkungna hidup pada kegiatan eksplorasi; pengelolaan lingkungan hidup pada konstruksi; pengelolaan lingkungan hidup pada penambangan; pengelolaan lingkungan hidup pada kegiatan pengangkutan; pengelolaan lingkungan hidup kegiatan pengolahan dan/atau pemurnian; pemantauan lingkungan hidup; penanggulangan pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup; sistem pengelolaan perlindungan lingkungan hidup pertambangan; penghargaan pengelolaan lingkungan hidup pertambangan.

Mengenai ruang lingkup perlindungan lingkungan hidup pertambangan minerba, diantaranya pengelolaan lingkungan hidup pertambangan; pemantauan lingkungan hidup pertambangan; penanggulangan, pencemaran/perusakan lingkungan hidup; sistem pengelolaan perlindungan lingkungan hidup; serta penghargaan pengelolaan lingkungan hidup pertambangan.

“Pelaksanaan reklamasi dan pascatambang berdasarkan PP 78/2010 menyatakan bahwa reklamasi dan pascatambang wajib dipimpin oleh seorang pejabat yang bertanggungjawab atas pelaksanaan reklamasi dan pascatambang. Pelaksanaan reklamasi dan pascatambang dilakukan sesuai dengan peruntukan lahan pascatambang. Pelaksanaan reklamasi dan pascatambang wajib dilakukan sesuai dengan rencana reklamasi dan rencana pascatambang sampai memenuhi kriteria keberhasilan. Kemudian, perencanaan dan pelaksanaan reklamasi di kawasan hutan, wilayah pesisir, dan pulau-pulau kecil menyesuaia peraturan perundang-undangan,” kata Irwandy.(RA)