JAKARTA – Tuntutan untuk menggunakan energi hijau makin besar. Di satu sisi salah satu tantangan penyediaan pembangkit listrik berbasis Energi Baru Terbarukan (EBT) juga tidak sedikit. Ini tentu menjadi dilema bagi masyarakat yang ingin memastikan telah menggunakan energi yang ramah terhadap lingkungan. Pemanfaatan EBT paling terasa bagi para pelaku usaha. Mereka kini sudah tidak mau berpikir dua kali untuk mencari pasokan energi ramah lingkungan. Masyarakat memang menjadi raja dan sang raja telah menetapkan standar tinggi untuk urusan penggunaan energi ramah lingkungan atau tidak.

Di sinilah PT PLN (Persero) maju jadi garda terdepan untuk memberikan solusi atas kondisi tersebut sekaligus mengkampanyekan penggunaan energi hijau melalui program Sertifikat Energi Terbarukan (Renewable Energy Certificate/REC). Implementasi REC di Indonesia masih relatif baru. Pertama kali diluncurkan pada November 2020 oleh PLN. REC PLN merupakan produk hasil kolaborasi antara PLN dan Clean Energy Investment Accelerator (CEIA), yang memiliki sertifikat berstandar internasional untuk produksi tenaga listrik dari pembangkit energi terbarukan.

Kenapa REC sangat penting sekarang dan makin diminati? Singkatnya, REC adalah sertifikat yang membuktikan bahwa produksi tenaga listrik per megawatt-hour (MWh) berasal dari Pembangkit listrik. 1 unit mewakili produksi energi 1 MWh.

Setiap REC yang terbit mendapat pengakuan penggunaan energi terbarukan dan menjadi bukti kepemilikan sertifikat standar internasional. Jadi apabila ada perusahaan membeli unit REC maka mereka sudah diakui telah menggunakan listrik yang berasal dari pembangkit EBT yang dimiliki dan dioperasikan oleh PLN. Perusahaan pun bisa mengklaim usahanya turut mendukung upaya pengurangan emisi sebagai green business dengan green product.

Harga REC yang ditawarkan PLN relatif murah. 1 unit REC yang setara dengan 1000 kWh dijual oleh PLN pada harga Rp 35.000. REC merupakan salah satu inovasi produk hijau PLN untuk mempermudah pelanggan dalam mendapatkan pengakuan atas penggunaan EBT yang transparan, akuntable dan diakui secara internasional serta tanpa harus mengeluarkan biaya investasi untuk pembangunan infrastruktur.

Makin diminatinya REC PLN ini bisa dilihat dari berbagai pelanggan yang telah menjalin kesepakatan dengan perusahaan listrik plat merah ini. Terbaru adalah Coca-Cola Europacific Partners (CCEP) Indonesia yang memborong sebanyak 90.211 unit REC atau sekitar 90 GWh hingga tahun 2025. Ini merupakan salah satu pembelian terbesar unit REC PLN sejak diluncurkan tiga tahun silam.

Layanan REC PLN memang semakin diminati para pelaku industri yang peduli dan sadar betul akan ancaman perubahan iklim. Tercatat, sampai November 2023, permintaan REC PLN tumbuh lebih dari 10 kali lipat dibanding 2021 dengan lebih dari 300 Corporate Buyer (pelanggan REC). Sementara realisasi penggunaan energi listriknya hingga November 2023 mencapai 5,15 TWh.

Saat ini REC yang diterbitkan oleh PLN bekerja sama dengan APX, penyedia sistem pelacakan elektronik (tracking system) dengan standar internasional (TIGRs) di California, Amerika Serikat untuk memastikan bahwa setelah diterbitkan, sertifikat tersebut tidak dapat dibeli atau dijual ke pihak lain. Seluruh proses juga telah diverifikasi untuk memenuhi standar internasional.

Hingga kini berdasarkan data perusahaan, sejumlah pembangkit yang telah terdaftar di APX dan listriknya dijual untuk produk REC dengan kapasitas produksi mencapai 3 juta REC setiap tahun antara lain PLTP Kamojang 140 MW dengan kapasitas produksi 993 GWh per tahun, PLTA Bakaru 130 MW dengan kapasitas produksi 896 GWh per tahun, PLTP Lahendong 80 MW dengan kapasitas produksi 700 GWh per tahun, PLTP Ulubelu 110 MW dengan kapasitas produksi 720 GWh per tahun, serta PLTM Lambur 2×4 MW dengan kapasitas 20 GWh per Tahun.

Surya Darma, Ketua Indonesia Center for Renewable Energy Studies (ICRES), mengungkapkan di dunia ada perusahaan kelompok RE100 merupakan kelompok perusahaan yang berkomitmen untuk menggunakan 100 persen energi terbarukan bagi kegiatan operasionalnya, termasuk di dalamnya perusahaan global yang memiliki operasional di Indonesia.

“Kelompok itu juga termasuk perusahaan yang memiliki rantai pasok di Indonesia.  Karena komitmen untuk menggunakan Energi Terbarukan, maka perusahaan-perusahaan tersebut berupaya untuk mengembangkan energi terbarukan sebagai bagian dari upaya pemenuhan komitmennya,” jelas Surya Darma kepada Dunia Energi, Jumat (29/12).

Sementara itu, Edi Srimulyanti, Direktur Retail dan Niaga PLN, menyatakan REC PLN merupakan inovasi produk dari PLN untuk memfasilitasi pelanggan yang membutuhkan klaim penggunaan energi terbarukan. Selain itu, penggunaan REC menguntungkan bagi pelaku bisnis dan industri karena tidak perlu lagi berinvestasi besar untuk mendapat energi hijau.

”REC menjadi produk hijau PLN yang memudahkan pelanggan untuk mendapatkan pengakuan atas penggunaan energi terbarukan yang transparan, akuntabel, dan diakui secara internasional,” lanjut Edi.

M.Siradj Parwito, Asisten Deputi Bidang Pengelolaan Produk Kehutanan dan Jasa Lingkungan Bidang Koordinasi Pengelolaan Lingkungan dan Kehutanan Kemenko Marves mengatakan, komunitas global terus meningkatkan upaya pengurangan emisi karbon sebagai langkah mitigasi perubahan iklim.

Dia menegaskan bahwa pemerintah Indonesia dengan berbagai instrumen termasuk melalui perusahaan milik negara seperti PLN juga melakukan upaya serupa dengan terus mengurangi penggunaan bahan bakar berbasis fosil dan meningkatkan pemanfaatan energi terbarukan.

Menurutnya kerja sama seperti yang baru saja terjalin baru-baru ini yakni antara Coca-Cola dan PLN sebagai suatu langkah konkret reduksi emisi karbon secara masif di tanah air.

“Saya mengucapkan selamat atas penandatanganan REC oleh Coca Cola Europacific Partners (CCEP) Indonesia. Ini merupakan satu tindakan nyata dalam upaya bersama untuk mengurangi emisi,” ujar Siradj.

Darmawan Prasodjo, Direktur Utama PLN, menyatakan selain berkontribusi dalam mewujudkan inisiatif transisi energi dan keberlanjutan lingkungan, REC juga menjadi bukti penggunaan tenaga listrik yang bersih oleh pelanggan.

“Lewat REC, pelanggan juga dapat turut berpartisipasi dalam menurunkan emisi, mengubah dari energi kotor ke energi yang ramah lingkungan. Kami berkomitmen untuk menyediakan energi bersih (listrik hijau) dalam mendukung terciptanya green industry di Indonesia,” jelas Darmawan. (RI)