JAKARTA – Program konversi motor konvensional menjadi motor listrik listrik besutan pemerintah yang dimulai tahun 2023 lalu dinilai gagal total. Ini bisa dilihat dari realisasi motor yang dikonversi sepanjang tahun 2023 lalu yakni hanya 495 unit dari atau hanya 0,9% dari target yang dipatok pemerintah yakni 50 ribu unit.

Diah Nurwitasari, Anggota Komisi VII DPR RI, menilai dalam suatu program memang wajar jika memang tidak mencapai taret namun ada tingkat kewajaran. Untuk urusan konversi motor ini boleh dibilang tingkat kewajarannya sangat rendah dan sulit dipercaya.

“Program konversi motor listrik taget 50 ribu tercapai 495 unit kalau target tidak tercapai ada tingkat kewajaran tapi kalau jauh banged ada ketidak seriusan atau hambatan segede gunung sampai realisasi tidak sampai 1%,” kata Diah dalam rapat dengan Kementerian ESDM, Selasa (20/3).

Diah pun mempertanyakan keseriusan pemerintah dalam menjalankan programnya. Karena anggaran yang tersisa dari gagalnya program ini jumlahnya cukup besar. “Konversi motor menyisakan anggaran Rp349,75 miliar tidak terserap itu bukan serupiah dua rupiah sayang dari sisi perencanaan alokasi anggaran besar tapi nggak terserap sisa anggarannya Rp349 miliar lebih. Ini perencanaan tidak pas atau pelaksanaan kurang serius atau apa?,” jelas Diah.

Dia pun jengkel ketika mengetahui pemerintah tetap berencana melanjutkan program konversi namun dengan target unit yang dikonversi sangat rendah. Menurut Diah target yang dicanangkan bukanlah target untuk level Kementerian. Pemerintah sendiri memasang target hanya mengkonversi 10 unit motor pada tahun 2024 ini dengan penyediaan anggaran sebesar Rp100 juta.

“Saya lihat 2024 dianggarkan untuk 10 motor ini level kementerian bukan kecamatan pengadaan 10 motor kalau di desa tuh ini level kementerian ini benar-benar main2 saya lihat nggak ada keseriusan,” ujar Diah.

Ratna Juwita Sari, Anggota Komisi VII lainnya juga meminta pemerintah tidak memaksakan program yang dinilai sudah gagal. Menurutnya target yang dipatok Kementerian ESDM untuk konversi 10 unit motor saja pada tahun ini lebih baik tidak perlu dimasukkan sebagai program pemerintah.

“Dipakai 10 unit ini menurut saya kayak, ini guyonan apa gimana ya. Pemahaman kami kami sampaikan saat penyusunan anggaran, kalau program tidak bisa dilaksanakan hapus aja ngapain dipaksakan. Kalau ini tertulis Rp0,1 miliar, sedangkan konversinya 10 unit, estimasi saya 1 unit mendapatkan Rp10 juta, itu udah beli bisa motor baru, ngapain dikonversi,” jelas Ratna.

Sejak program konversi digulirkan pemerintah memang terlihat kesulitan untuk memikat hati masyarakat. Ragam promosi telah dilakukan termasuk memberikan insentif untuk menekan biaya konversi.

Subsidi di awal program dipatok Rp7 juta untuk konversi satu unit motor dan dirasa kurang mendapat perhatian masyarakat. Kemudian subsidi ditingkatkan menjadi Rp10 juta per unit. Ini juga belum mampu untuk meningkatkan minat masyarakat.

Sementara itu, Arifin Tasrif, Menteri ESDM, menjelaskan salah satu tantangan program konversi motor listrik ini adalah saat eksekusi program. Kesiapan infrastruktur serta berbagai syarat administrasi yang harus dipenuhi masyarakat juga turut andil rendahnya realisasi program pada tahun lalu.

“Kami masih menyediakan infrastrukturnya. Kami lakukan opening registrasi untuk mereka yang mau melakukan konversi, peminatnya banyak, tapi sesudah dicek di Polisi, surat-suratnya nggak lengkap semua. Kebanyakan motor-motor tua statusnya nggak legal, bodong,” jelas Arifin.

Pemerintah pun fokus pada kesiapan infrastruktur pendukung termasuk durasi dalam melakukan konversi serta dari sisi legalitas kendaraan.

Sementara kita sedang menyiapkan infrsatruktur pendukungnya. Kemampuan bengkel sudah cukup mengagumkan, sudah bisa mengkonversi dalam tempo 3 jam 4 jam untk 1 kendaraan, kita, dan kita sudah regulasi kemudahan sudah dilakukan kepolisian dan pihak perhubungan, ya mudah-mudahan ini bisa bergerak,” ungkap Arifin. (RI)