JAKARTA – Proyek GOLD-ISMIA yang dilakukan di 6 lokasi yakni Kulonprogo, Lombok Barat, Minahasa Utara, Halmahera selatan, Gorontalo Utara dan Kuantan Singingi, dinyatakan telah menurunkan penggunaan merkuri sebanyak 23 ton dan menghasilkan 3,3 ton emas bebas merkuri. Capaian tersebut dilakukan melalui upaya peningkatan kapasitas pemerintah dan penambang pada Pertambangan Emas Skala Kecil (PESK) kepada 2,935 orang. Selain itu, hasil produk GOLD-ISMIA untuk aspek penguatan regulasi telah dilakukan melalui dukungan proses legalisasi penambang kepada 54 kelompok di 6 lokasi proyek dan dihasilkan beberapa dokumen acuan antara lain Dokumen Pedoman Praktik Pertambangan yang baik untuk Sektor Pertambangan Emas Primer Skala Kecil, Dokumen Pedoman Pengarus Utamaan Gender (PUG) untuk Sektor PESK, Modul pelatihan dan Materi Kampanye Bahaya Merkuri dan Mobile Application Jari Emas.

GOLD-ISMIA bersama Badan Standardisasi Nasional juga telah menetapkan teknologi pengolahan emas tanpa merkuri dengan Standar Nasional Indonesia (SNI) Pengolahan Emas Tanpa Merkuri Nomor 9035:2021.

“Proyek ini mempunyai tujuan untuk mengurangi dan menghilangkan penggunaan merkuri di PESK dengan cara penguatan regulasi, memberikan akses pembiayaan untuk pembelian peralatan pengolahan emas tanpa merkuri, memberikan bantuan teknis, alih teknologi, peningkatan kesadartahuan bahaya merkuri dan memberikan akses seimbang untuk penambang perempuan dan laki-laki,” kata Rosa Vivien Ratnawati, Dirjen Pengelolaan Sampah, Limbah dan B3, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), saat lokakarya dan pameran hasil Proyek GOLD-ISMIA yang diselenggarakan KLHK bersama Badan Riset dan Inovasi (BRIN) yang didukung oleh United Nations Development Programs (UNDP) di Jakarta, Rabu (7/12). Lokakarya dan pameran yang menghadirkan hasil proyek GOLD-ISMIA selama 5 tahun di 6 lokasi ini dilakukan untuk menyebarluaskan informasi terkait berbagai produk yang dihasilkan proyek tersebut kepada penerima manfaat antara lain masyarakat penambang emas skala kecil.

Rosa Vivien mengingatkan bahwa paparan merkuri dapat menyebabkan masalah kesehatan yang serius, dan merupakan ancaman khusus bagi perkembangan anak dalam rahim dan awal kehidupan. Penghapusan merkuri secara bertahap dari sektor PESK merupakan hal yang paling penting. Sebagaimana diketahui, PESK menjadi sumber terbesar dari pelepasan merkuri ke alam.

Proyek GOLD-ISMIA merupakan salah satu bentuk implementasi Konvensi Minamata tentang Merkuri di Indonesia yang bertujuan untuk menghapus penggunaan merkuri pada enam lokasi Pertambangan Emas Skala Kecil (PESK) di Indonesia melalui pemberian bantuan pendanaan dan pembangunan kapasitas komunitas penambang.

“Hasil capaian GOLD-ISMIA tersebut diharapkan dapat menjadi acuan dan bermanfaat untuk semua pemangku kepentingan baik bagi pemerintah, komunitas penambang skala kecil dan masyarakat umum, serta digunakan oleh kementerian terkait dalam hal peningkatan kapasitas dan pendampingan untuk mendukung pencapaian zero mercury di sektor PESK,” pungkas Rosa Vivien.

Dalam project GOLD-ISMIA, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), yang sebelumnya dilaksanakan oleh BPPT memiliki tanggung jawab untuk bekerja dari sisi teknologi sesuai dengan kompetensi yang dimiliki seperti memberikan metode atau cara-cara pengolahan bijih emas alternatif tanpa merkuri.

“Untuk dapat diimplementasikan di lapangan, perlu dilakukan pelatihan sebagai bagian dari pembiasaan penggunaan teknologi. Pelatihan meliputi proses dan monitoringnya serta pengendalian limbahnya. Pelatihan harus spesifik dan mengadaptasi kebiasaan-kebiasaan lokal. Langkah-langkah monitoring implementasi serta pelatihan-pelatihan lanjutan harus dilakukan untuk meyakinkan adanya perubahan,” ujar Ratno Nuryadi, Kepala Organisasi Riset Nanoteknologi dan Material BRIN.

Pemerintah Indonesia telah melakukan langkah-langkah signifikan menuju penghapusan merkuri dalam PESK, termasuk penandatanganan Konvensi Minamata tentang Merkuri, ratifikasi Konvensi tersebut pada tahun 2017, dan selanjutnya disempurnakan dengan terbitnya Perpres 21 Tahun 2019 tentang Rencana Aksi Nasional (RAN) Pengurangan dan Penghapusan Merkuri. Selama empat tahun terakhir, UNDP telah bekerja sama dengan Pemerintah Indonesia untuk secara sistematis membasmi penggunaan merkuri oleh penambang artisanal di enam provinsi di Indonesia, berkat dukungan dari Global Environment Facility.

“Lingkup pekerjaan kami sejalan dengan tindakan yang direkomendasikan oleh Konvensi Merkuri Minamata, yang meliputi larangan tambang merkuri baru, penghentian tambang yang sudah ada, penghentian dan penurunan bertahap penggunaan merkuri di beberapa produk dan proses, langkah-langkah pengendalian emisi ke udara dan pelepasan ke tanah dan air, dan regulasi sektor informal pertambangan emas artisanal dan skala kecil. Benar-benar daftar panjang area yang perlu ditangani untuk memberikan dampak yang berarti pada pengurangan merkuri,” kata Sujala Pant Deputy Resident Representative UNDP Indonesia. (RA)