JAKARTA – Proyek Lapangan Abadi di Blok Masela diperkirakan tidak akan memenuhi target waktu penyelesaian. Ini tentu tidak lepas dari proses persiapan proyek yang cenderung lambat. Apalagi terkait proses pengadaan lahan.

Baru-baru ini bahkan beredar informasi tentang Sinar Mas Group yang sudah membeli tanah di bakal lokasi kilang Liquefied Natural Gas (LNG) di Pulau Tanimbar.

Harry Poernomo, Anggota Komisi VII DPR,  menyayangkan jika benar tanah yang disiapkan untuk lokasi proyek Abadi sudah dibeli pihak swasta. Persoalan pengadaan lahan bukan sekali dua kali menjadi masalah dan pemerintah selalu tertinggal.

“Biasalah, pemerintah selalu kalah cepat dengan swasta atau bisa diduga ada informasi bocor sehingga swasta bergerak mendahului,” kata Harry saat dihubungi Dunia Energi, Senin (27/7).

Gandhi Sulistyanto, Managing Director Sinar Mas, menegaskan kabar Sinar Mas membeli tanah di lokasi proyek Masela tidak benar dan hanya rumor.  Dia justru heran dari mana info tersebut bisa beredar. “Kami bingung rumor itu beredar,” kata Gandhi saat dikonfirmasi.

Pembebasan lahan tentunya jadi faktor kunci dalam penyelesaian proyek. Karena itu lama atau berbelitnya pembebasan lahan akan berdampak langsung terhadap target penyelesaian.

Hanya saja menurut Harry persoalan Masela tidak hanya dari sisi pengadaan lahan. Banyak rangkaian krusial yang harus dilalui sehingga menurut dia cukup sulit untuk realisasikan target penyelesaian pada sekitar 2027 – 2028 yang dikatakan pemerintah.

“Terlepas dari itu, proyek Masela perkiraan saya akan tertunda lagi,” ujar dia.

Salah satu tantangan yang harus dilalui adalah kondisi pasar LNG. Menurut Harry,  secara ekonomis mengingat situasi pasar LNG dunia, khususnya dari Timur Tengah dan Australia jauh lebih efisien atau murah harga LNG.

“Sehingga Masela kurang atau tidak feasible untuk dibangun sekarang-sekarang ini,kecuali Indonesia bisa menyerap seluruh kapasitas produksinya untuk mulai menggalakkan pemakaian gas alam bagi pembangkit listrik PLN, industri dan rumah tangga pengganti BBM,” ungkap Harry.

Persoalan keekonomian proyek Masela terus jadi sorotan ini juga yang membuat pihak Shell salah satu pemilik hak partisipasi blok Masela berencana melepas hak partisipasinya.

Tumbur Parlindungan, praktisi migas dan mantan presiden Indonesia Petroleum Association (IPA) sebelumnya juga memprediksi hal serupa. Dia menjelaskan untuk bisa melanjutkan pengembangan Blok Masela saat ini proses yang harus dilalui adalah Final Investment Decision (FID) atau adanya kepastian pendanaan proyek yang diperkirakan membutuhkan investasi mencapai US$20 miliar. Dengan kebutuhan investasi sebesar itu maka satu syarat utama agar FID bisa dilalui adalah adanya kontrak jual beli gas jangka panjang.

“Kalau asumsi saya dengan kondisi saat ini menurut asumsi saya 2027 paling cepat FID. menurut saya itu paling cepet. karena gasnya masih over supply sampai 2026. kalau FID 2027 oeprasinya 2030 something,” kata Tumbur.(RI)