JAKARTA – Sebagai program peningkatan penyediaan energi bersih secara berkelanjutan dan upaya mengurangi impor solar di tengah situasi global yang terancam krisis energi, Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo, dalam Rapat Kabinet Paripurna tanggal 6 Desember 2022 memberi arahan bahwa persentase pencampuran Bahan Bakar Nabati Jenis Biodiesel ke dalam Bahan Bakar Minyak Jenis Solar ditingkatkan menjadi 35% atau B35.

Adapun ketentuan pentahapan kewajiban minimal pemanfaatan Biodiesel sebagai campuran bahan bakar minyak diatur dalam Peraturan Menteri ESDM Nomor 12 tahun 2015 tentang Perubahan Ketiga atas Peraturan Menteri ESDM Nomor 32 tahun 2008 tentang Penyediaan, Pemanfaatan dan Tata Niaga Bahan Bakar Nabati (Biofuel) sebagai Bahan Bakar Lain. Peraturan ini menyebutkan bahwa mulai Januari 2020 pemanfaatan Biodiesel sebagai campuran bahan bakar minyak ditetapkan minimal sebesar 30% (B30).

Agung Pribadi, Kepala Biro Komunikasi Layanan Komunikasi Publik dan Kerjasama (KLIK) Kementerian ESDM, menyatakan jika mengacu pada proyeksi penyaluran Biosolar tahun 2022 sebesar 36.475.050 kiloliter (KL), serta asumsi pertumbuhan permintaan/demand sebesar 3%, diperkirakan penjualan Biosolar di tahun 2023 akan mencapai angka 37.567.411 juta KL.

” Estimasi kebutuhan Biodiesel untuk mendukung implementasi B35 sebesar 13.148.594 KL, atau meningkat sekitar 19% dibandingkan alokasi tahun 2022 sebesar 11.025.604 KL,” kata Agung di Jakarta, Jumat (16/12).

Kementerian ESDM menetapkan alokasi Biodiesel tahun 2023 melalui Keputusan Menteri ESDM Nomor 205.K/EK.05/DJE/2022 tanggal 15 Desember 2022 tentang Penetapan Badan Usaha Bahan Bakar Minyak dan Badan Usaha Bahan Bakar Nabati Jenis Biodiesel serta Alokasi Besaran Volume untuk Pencampuran Bahan Bakar Minyak Jenis Minyak Solar Periode Januari – Desember 2023.

Menurut Agung, penyaluran program Biodiesel tahun 2023 ini bakal didukung oleh 21 Badan Usaha Bahan Bakar Nabati/ BU BBN, dengan kapasitas terpasang sebesar 16.653.821 KL.

Dia menegaskan peningkatan pencampuran Biodiesel menjadi B35 telah melalui serangkaian uji, baik yang dilakukan di laboratorium, maupun melalui pelaksanaan Uji Jalan B40. Kegiatan uji jalan ini telah berlangsung sejak Juli 2022 hingga akhir Desember 2022, dimana secara umum memberikan gambaran performa yang baik.

“Selain itu implementasi B35 juga sudah mempertimbangkan kesiapan BU BBN dan BU Bahan Bakar Minyak/BBM, baik dari aspek kesiapan pasokan, distribusi, termasuk infrastruktur penunjang,” ujar Agung.

Sejalan dengan peningkatan persentase campuran Biodiesel menjadi B35, telah dilakukan perbaikan mutu Biodiesel melalui Keputusan Dirjen EBTKE Nomor: 195.K/EK.05/DJE/2022 tanggal 9 Desember 2022 tentang Standar dan Mutu (Spesifikasi) Bahan Bakar Nabati Jenis Biodiesel sebagai Bahan Bakar Lain yang Dipasarkan di Dalam Negeri. Hal ini dilakukan untuk memberikan keyakinan kepada konsumen bahwa peningkatan persentase ini tidak menganggu kinerja dari mesin diesel.

Pemerintah kata Agung berharap penyaluran Biodiesel tahun 2023 dapat dilakukan dengan lebih efisien dan meminimalkan terjadinya keterlambatan atau gagal supply (B0). Adapun beberapa upaya yang telah dilakukan untuk mengatasi hal ini diantaranya, mengupayakan agar setiap tiap titik serah minimal ada 2 BU BBN yang mensuplai, pemilihan BU BBN dan BU BBM berdasarkan optimalisasi rute sehingga ongkos angkut menjadi efisien dengan bantuan aplikasi GAMS.

“Tak hanya itu, juga disiapkan formula Harga Indeks Pasar (HIP) Biodiesel yang lebih mencerminkan keadilan dan kondisi riil di lapangan dan membuat aplikasi pengawasan distribusi BBN secara online untuk mempermudah mitigasi jika terjadi potensi B0 di titik serah,” ungkap Agung. (RI)