JAKARTA – Produksi minyak Pertamina tahun 2023 tercatat mengalami peningkatan sebesar 8% dibanding produksi minyak tahun 2022. Produksi minyak Pertamina naik dari 514.000 Barel per Hari (BOPD) pada 2022 menjadi 566.000 BOPD pada tahun 2023. Peningkatan produksi tersebut ditopang dari adanya pertumbuhan produksi dari aset Pertamina di luar negeri.

Wiko Migantoro, Wakil Direktur Utama PT Pertamina (Persero), menjelaskan produksi minyak Pertamina tahun 2023 dari aset di dalam negeri alami penurunan yakni sebesar 415 ribu barel per hari (bph) dan 151 ribu bph dari internasional. Produksi minyak domestik tahun 2023 turun dari 417 ribu bph pada tahun 2022. Namun demikian khusus blok migas yang dioperatori produksinya sebenarnya mengalami kenaikan dari 337 ribu bph menjadi 339 ribu bph. Pertamina sendiri kata Wiko berhasil mengelola decline rate minyak dari 19% menjadi 2% melalui program kerja yang produktif.

“Sementara produksi gas domestik mengalami peningkatan 3% dari 2.241 MMSCFD pada tahun 2022 menjadi 2.388 MMSCFD pada tahun 2023,” ujar Wiko dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi VII DPR RI, Kamis (6/6).

Sepanjang 2023, Pertamina telah melakukan pemboran sumur secara massif sebanyak 799 sumur, lebih tinggi 16% dibanding tahun 2022. Pertamina juga melakukan kerja ulang sebanyak 835 pekerjaan atau 31% lebih tinggi dibanding 2022 dan perawatan sumur sebanyak 32.589 pekerjaan atau 11% lebih tinggi dibanding 2022.

“Saat ini Pertamina berkontribusi sebesar 69% lifting nasional untuk minyak dan gas sebesar 34% nasional,”ungkap Wiko.

Wiko menambahkan, kegiatan di hulu migas Pertamina memberikan kontribusi terhadap penerimaan negara baik secara nasional maupun daerah. Hulu Migas Pertamina berkontribusi sebesar US$3 miliar yang berasal dari pajak dan sebesar US$4,2 miliar dari Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP).

Sebelumnya pemerintah maupun Pertamina dicecar oleh para anggota dewan lantaran produksi migas yang terus tidak mencapai target dan terus menurun padahal cost recovery terus alami kenaikan.

Bambang Hariyadi, Wakil Ketua Komisi VII DPR RI menyatakan selama ini biaya pengelolaan yang dilaporkan dam diklaim untuk kemudian dikembalikan negara kepada kontraktor termasuk ke Pertamina terus bertambah. Tapi anehnya produksi tetap tidak ada peningkatan.

“Ongkos kerja nambah naik. Tapi outputnya produksinya turun itu nggak fair. Nah inilah tugas kami mengevaluasi. Antara biaya dan hasil. Hasil minyaknya berapa? Bapak (Wiko) ngadain ratusan triliun. Ngadain alasannya modernisasi alat. Ini sumurnya sudah tua, kita perlu ganti, oke kita sempat ganti. Tapi ternyata produksinya nggak naik-naik. Nah ini yang kita akan bandingkan,” kata Bambang. (RI)