JAKARTA – Isu transisi energi dan dekarbonisasi diprediksi akan terus menjadi agenda bersama dunia hingga tahun 2030. Indonesia jadi salah satu negara yang paling aktif mengejar target tersebut.

Dadan Kusdiana, Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE), menyatakan salah satu tantangan terbesar transisi energi yaitu terus mendorong peningkatan penggunaan produk dalam negeri di berbagai proyek pembangunan infrastruktur sektor EBT. Sekaligus mendorong juga produsen dalam negeri untuk dapat berkontribusi memenuhi kebutuhan barang dan jasa di sektor EBT.

“Terlebih sekarang Indonesia sedang melakukan transisi energi yang akan membentuk banyak perubahan. Oleh karena itu, kita perlu dorong agar betul-betul produksi nasional bisa mendukung tantangan besar dalam infrastruktur sektor EBT”, ujar Dadan dalam keterangannya, Sabtu (16/7).

Kementerian ESDM mencatat ada lebih dari 3.600 giga watt yang dimiliki Indonesia, sehingga menjadi potensi yang sangat berharga untuk kita kembangkan di dalam rangka mencapai net zero emission.

Potensi terbesar memang ada di energi surya atau pembangkit listri tenaga surya (PLTS) yang bisa dikembangkan. “Kemudian ada hydro yang juga sangat besar, geothermal, ada win, bioenergi, bahkan kita punya potensi juga untuk energi laut yang memang sampai saat ini belum dikembangkan,” ujar Dadan

Dadan menilai, potensi energi baru terbarukan Indonesia sangat besar dan kunci dalam menghadapi tantangan transisi energi adalah dengan memaksimalkan potensi dalam negeri.

“Indonesia memiliki (potensi) EBT dalam jumlah yang besar, tersebar dan beragam. Tidak semua negara memiliki potensi yang beragam, jadi ini harus dimaksimalkan,” kata Dadan.