JAKARTA – Gas bumi diyakini menjadi salah satu alternatif energi utama yang bisa diberdayakan di era transisi energi, terutama di Indonesia yang kaya akan sumber daya gas. Selain digunakan dalam transisi energi salah satu pemanfaatan gas bumi yang paling nyata adalah untuk mendorong industri petrokimia, itu sebabnya gas bumi jadi energi fosil yang tidak akan ditinggalkan.

Komaidi Notonegoro, Direktur Eksekutif Reforminer Institute, mengungkapkan pemanfaatan gas bumi untuk mendorong pengembangan industri petrokimia dalam
negeri berpotensi memberikan dampak positif terhadap perekonomian secara keseluruhan.

“Data menunjukkan, kontribusi industri petrokimia terhadap penerimaan pajak, serapan tenaga kerja, dan realisasi investasi tercatat sebagai salah satu yang terbaik,” kata Komaidi, Selasa (17/1).

Lebih lanjut, dia menuturkan, gas bumi memiliki dua peran penting sekaligus di industri petrokimia, yaitu untuk bahan baku dan sumber energi.

Data menyebutkan, dengan kapasitas produksi petrokimia Indonesia yang saat ini sekitar 7,1 juta ton per tahun, sekitar 70% kebutuhan petrokimia untuk domestik masih harus dipenuhi dari impor.

Komaidi menyatakan, berdasarkan perhitungan Reforminer, kebutuhan gas untuk bahan baku industri petrokimia domestik dengan kapasitas 7,1 juta ton per tahun tersebut dapat mencapai kisaran 716 BBTUD.

“Kebutuhan gas untuk bahan baku dan sumber energi untuk industri petrokimia berpotensi meningkat signifikan jika pemerintah menerapkan kebijakan substitusi terhadap sekitar 70 % kebutuhan petrokimia yang masih diimpor dengan produksi dalam negeri,” ujar Komaidi.

Potensi penciptaan nilai tambah ekonomi dari pemanfaatan gas bumi untuk industri petrokimia dalam negeri berpotensi cukup signifikan. Data menunjukkan kinerja laba/rugi, kinerja pajak, komitmen investasi, dan penyerapan tenaga kerja dari industri petrokimia tercatat sebagai salah satu yang terbaik dalam kelompok tujuh industri yang memperoleh kebijakan harga gas khusus.

Berdasarkan data yang dihimpun Reforminer, data menunjukkan, industri petrokimia mencatatkan laba sebesar Rp 7,30 triliun pada tahun 2021, meningkat signifikan setelah merugi sebesar Rp 862 miliar pada tahun 2020. Pembayaran pajak industri petrokimia pada tahun 2021 sebesar Rp4,09 triliun, terbesar dalam kelompok industri yang memperoleh kebijakan harga gas khusus.

Realisasi investasi kumulatif industri petrokimia untuk tahun 2020-2021 juga tercatat sebagai yang terbesar yaitu sebesar Rp 23,61 triliun. “Serapan tenaga kerja pada industri petrokimia juga tercatat sebagai salah satu yang terbesar yaitu sekitar 20.000 tenaga kerja,” kata Komaidi.(RI)