JAKARTA – Faktor teknis dinilai menjadi pertimbangan PT Chevron Pacific Indonesia yang kembali meminta waktu mengevaluasi revisi rencana pengembangan (Plan of Development/PoD) proyek Indonesia Deepwater Development atau IDD.

Komaidi Notonegoro, Direktur Eksekutif Reforminer Institute, mengatakan permintaan tambahan waktu tidak berhubungan dengan keputusan pemerintah terhadap pengelolaan Blok Rokan yang diserahkan ke PT Pertamina (Persero) pasca 2021.

“Dari info yang saya peroleh sebelum ada keputusan Rokan memang ada wacana ini (penambahan waktu evaluasi). Dengan berbagai perkembangan yang ada sebenarnya wajar jika ada penyesuaian,” ungkap Komaidi kepada Dunia Energi, Selasa (14/8).

Perkembangan yang dimaksud adalah terkait harga minyak dunia dan teknis operasi yang merupakan porsi terbesar dalam pementuan keekonomian proyek.

Menurut Komaidi, Chevron tidak akan dengan mudah meninggalkan IDD karena potensinya terbilang masih besar dan itu juga yang membuat Chevron bertahan untuk melanjutkan investasi di Indonesia.

“Chevron sudah tegas menyatakan akan tetap di Indonesia, meskipun Rokan tidak diberikan ke mereka,” kata Komaidi.

Djoko Siswanto, Direktur Jenderal Migas Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), mengatakan sejak memutuskan untuk mengeluarkan Blok Makassar Strait dengan tidak memperpanjang kontraknya yang akan habis pada 2021, Chevron sudah meminta tambahan waktu untuk kembali melakukan perhitungan keekonomian proyek IDD

Panjangnya waktu perencanaan proyek tentu akan berimbas juga terhadap penyelesaian proyek sampai produksi. Chevron sebelumnya menargetkan gas bisa menyebur pada periode antara 2023 – 2024.

“Karena Makassar Strait take out jadi evaluasi ulang. Jadwal produksi mundur iya,” kata Djoko di Kementerian ESDM, Senin malam (13/8).

Djoko tidak menjabarkan berapa lama kemunduran produksi proyek IDD nantinya. Namun demikian Djoko memastikan waktu yang diberikan pemerintah tidak akan melampaui tahun ini. Revisi PoD wajib kembali disodorkan paling tidak pada Oktober mendatang.

“Tidak capai setahun, telat tiga bulan karena evaluasi ulang. Oktober akhir harus clear proposal IDD dari Chevron,” ungkap Djoko.

Tarik ulur proyek IDD sempat sengit terjadi pada Juni lalu ketika Chevron menyodorkan tiga kali revisi biaya pengembangan IDD.

Arcandra Tahar, Wakil Menteri ESDM, saat itu masih berpegang pada hasil pembahasan biaya proyek yang jauh lebih murah saat dibahas di kantor pusat Chevron di Amerika Serikat ketimbang yang disodorkan Chevron pada 28 Juni 2018.

Ketegangan akhirnya reda saat Chevron memutuskan hengkang dari Makassar Strait, karena diklaim akan lebih ekonomis jika tidak memasukan blok tersebut dalam bagian proyek IDD. (RI)