JAKARTA – Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) berkapasitas 70 megawatt akan dibangun di Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) pariwisata Labuan Bajo, Nusa Tenggara Timur. Pembangunan PLTS tersebut akan dilakukan dalam beberapa tahap. Untuk tahap pertama akan dibangun terlebih dulu dengan kapasitas sebesar 70 MW dari total kapasitas 210 MW.

Ada dua perusahaan yang akan bekerja sama membangun PLTS yang akan dibangun dengan sistem hybrid itu, yakni PT Arya Watala Capital dan PT Flores Prosperindo. Arya Watala akan mendapatkan sokongan dana dari Scatec Solar, perusahaan energi baru terbarukan asal Norwegia.

Mada Ayu Habsari, Managing Director Arya Watala, mengatakan Flores Prosperindo berperan sebagai pemilik lahan dan Arya Watala akan bekerja sama dengan Scatec yang akan membangun fasilitas pembangkit sebagai Independent Power Producer (IPP). Untuk tahap awal ada dua lokasi yang akan dijadikan sebagai lokasi pembangunan PLTS. “Tahap awal ada dua lokasi., Tana Mori dan Tana Naga. Yang ini Tana Mori duluan, karena untuk lokasi G20,” kata Mada di Kementerian ESDM, Senin (9/3).

Untuk tahap pertama pembangunan direncanakan berlangsung selama 1,5 tahun dengan target dimulainya proses pembangunan paling telat pada awal 2021. Proyek tersebut ditargetkan bisa selesai dan mulai beroperasi pada 2022 mendatang.

“Kami butuh 1,5 tahun untuk membangun sebesar itu. Kami harus selesai dan COD pada 2022. Harusnya start untuk procurement dan sebagainya di akhir tahun ini, Tadi saya juga bicara dari Flores Prosperindo, mereka kemungkinan akhir tahun ini atau awal 2021, mereka start ground breaking,” ungkap Mada.

PLTS Labuan Bajo untuk 1 MW membutuhkan biaya investasi sebesar US$1 juta per MW. Untuk tahap I dana yang dibutuhkan sebesar US$70 juta. Arya Watala tidak akan terlalu banyak menggelontorkan dana investasi karena sebagaian besar investasi akan menjadi tanggung jawab Scatec Solar. “Karena kapasitas di atas 10MW, asing dimungkinkan untuk membiayai hingga 95%. Jadi Scatec 95% dan sisanya dari Watala Capital,” kata Mada.

Mada memastikan pihaknya juga terus melakukan kordinasi dengan PLN terlebih kehadiran PLTS akan lebih berfokus pada penyaluran listrik di siang hari. Karena itu PLTS Labuan Bajo menggunakan sistem hybrid atau baterai. Karena itu pihaknya akan melakukan koordinasi insentif dengan PLN untuk menyesuaikan penyaluran listrik di KEK nantinya.

“Kan PLTS sifatnya intermiten ya, dia bisa drop. Kalau ada baterai, dia bisa smothing. Kalau kita nggak pakai baterai keluarnya bisa kadang-kadang 70 MW atau 50 MW, naik turun gitu. Tapi kota kombinasi dengan PLN, kalau malam listriknya PLN,” kata Mada.(RI)