Salah satu praktik konsumsi BBM bersubsidi yang salah sasaran. Mobil mewah ini tidak seharusnya masuih menggunakan premium yang harganya disubsidi oleh pajak, termasuk pajak yang dibayarkan rakyat miskin.

Salah satu praktik konsumsi BBM bersubsidi yang salah sasaran. Mobil mewah ini tidak seharusnya masih menggunakan premium yang harganya disubsidi oleh pajak, termasuk pajak yang dibayarkan rakyat miskin.

JAKARTA – Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) mengusulkan kuota volume bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi untuk 2014 di kisaran 46 – 48 juta Kiloliter (KL). Angka ini lebih rendah dibandingkan usulan pemerintah sebesar 52,41 juta KL.

Anggota Komisi VII DPR dari Fraksi PKS, Rofi’ Munawar beralasan, pihaknya mengusulkan kuota BBM bersubsidi 2014 lebih rendah dari pemerintah, karena ingin mendorong pemanfaatan bahan bakar nabati (BBN) atau biofuel dan energi alternatif lainnya.  

Menurut Rofi’, pemerintah harus serius melakukan pengendalian dan distribusi BBM bersubsidi pada 2014, agar tidak terjadi over kuota seperti tahun-tahun sebelumnya. Di sisi lain, ujarnya, Fraksi PKS juga meminta pemerintah menaikkan subsidi terhadap bahan bakar nabati.

“Kenaikan harga BBM subsidi sudah diberlakukan dan rencana penerapan Sistem Monitoring Pengendalian (SMP) dengan Radio Frequency Identification Device (RFID) juga telah dirumuskan sebagai alat untuk mengkontrol konsumsi oleh pemerintah. Dari situ, seharusnya volume BBM bersubsidi dapat ditekan dibawah angka 48 juta KL,” jelas Rofi’ di Jakarta, Kamis, 27 Juni 2013.

Ia pun menerangkan, dalam proposal asumsi makro energi Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2014, pemerintah mengusulkan volume BBM bersubsidi pada angka 51,04 – 52,41 juta KL.

Jumlah itu terdiri atas Premium sebanyak 33,5 juta KL, Minyak Tanah sebanyak 1,1-1,2 juta KL, dan Solar sebanyak 16,44-17,71 KL. Alasan pemerintah peningkatan volume ini disesuaikan pertumbuhan kendaraan roda dua dan roda empat yang mencapai sekitar 10 persen per tahun.

Adapun untuk subsidi Bahan Bakar Nabati (BBN) di RAPBN 2014 pemerintah mengusulkan tetap sama dengan APBN 2013. Yaitu untuk Biodiesel sebesar Rp 3.000 per liter, sedangkan untuk Bioethanol sebesar Rp 3.500 per liter.

Rofi’ menambahkan, bersamaan dengan usaha mengendalikan volume BBM bersubsidi, seharusnya pemerintah secara simultan dan serius mengembangkan berbagai energi alternatif, dan melakukan konversi BBM kepada gas pada sektor transportasi.

Menurutnya, volume BBM naik setiap tahun bukan semata-mata akibat kenaikan jumlah kendaraan bermotor. Melainkan karena masih maraknya juga penyeludupan dan penyalahgunaan BBM, oleh pelaku industri di berbagai daerah.

“Selama ini pemerintah terlampau hiruk pikuk mengurus bahan bakar minyak, sehingga pengembangan energi baru terbarukan mengalami stagnasi alias jalan di tempat,” keluh Rofi.

(Abdul Hamid / duniaenergi@yahoo.co.id)