NABIRE – PT Pertamina International Shipping (PIS), bersama Pertamina Foundation dan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) berhasil menemukan individu hiu paus baru di area Taman Nasional Teluk Cendrawasih (TNTC), Kwatisore – Kabupaten Nabire, Papua Tengah. Dengan tambahan tersebut, jumlah hiu paus yang terdata di TNTC kini mencapai 203 individu terdiri dari 180 Hiu Paus jantan, 6 Hiu Paus betina dan sisanya sebanyak 17 ekor belum diketahui jenis kelaminnya.

Temuan ini merupakan hasil monitoring bersama yang dilakukan sejak November 2023 di Whale Shark Center (WSC) Kwatisore, yang kini dikelola secara bersama oleh PIS dan KLHK.

Program konservasi hiu paus ini diawali dengan kegiatan pemantauan populasi hiu paus di TNTC yang bersifat langsung yaitu pencatatan kemunculan Hiu Paus oleh masyarakat atau tidak langsung dengan menggunakan alat bantu seperti kamera bawah air (Metode Photo-ID), penanda Radio Frequency Identification (RFID) dan penanda Pop-Up Satellite Archival Tag (PSAT). Pemantauan ini bermanfaat untuk mengembangkan pengetahuan dan pemahaman tentang aspek biologis, ekologis dan perilaku hiu paus sehingga program dapat berjalan efektif dan populasi fauna dapat meningkat.

Sumaryono, Pengendali Ekosistem Habitat Seksi Pengelolaan TNTC Wilayah 1 Kwatisore, menjelaskan kegiatan monitoring yang telah berlangsung, terbukti telah membuahkan hasil dengan pencatatan munculnya individu baru di kawasan TNTC.

“Semula populasi hiu paus di TNTC terdapat 195 ekor hiu paus. Sejak monitoring bersama di lakukan pada November 2023, kami bisa memonitor dan mencatat adanya individu baru sehingga jumlahnya mencapai 203 hiu paus per Mei 2024. Semoga ke depan, angka ini bisa terus bertambah untuk memonitoring populasi dan pergerakan hiu paus di area TNTC ini, “ jelas Sumaryono ditemui usai melakukan pengamatan di Pantai Sowa Kwatisore, Sabtu (8/6).

Whale Shark Center di perairan di dalam wilayah Taman Nasional Teluk Cendrawasih (Foto/Dok/Dunia Energi)

Kini PIS juga terlibat langsung dalam monitoring melalui metode baru yaitu pemasangan alat pelacak pada sirip Hiu (tagging). Melalui proses tagging hiu-hiu paus untuk merekam dan mengolah data prilaku hiu paus. Di mana salah satu pemanfaatan data adalah untuk mempelajari rute migrasi hiu paus di area perairan Papua.

Alat tagging atau monitoring yang dipasang menggunakan teknologi mutakhir, selain memiliki baterai, alat ini juga dilengkapi dengan sistem solar cell jadi bisa terus mengisi tenaga alat tagging. Alat juga dipasang dengan dijepit dan diolesi bahan perekat di sirip atas. Pemasangan dilakukam di siripnya karena Hiu Paus tidak selalu di bawah air jadi ketika naik antena atas kirim signal dan data ke satelit.

Marco Flagg, CEO of Desert Star System LLC, peneliti yang digandeng PIS untuk melakukan tagging Hiu Paus, mengungkapkan metode ini benar-benar baru diterapkan atau belum diterapkan di tempat lain. Pada kesempatan kali ini jadi kesempatan besar Pertamina dan TNTC sebagai inisiator pemantauan Hiu Paus dengan cara-cara baru yang jauh lebih bersahabat.

Metode sebelumnya kata dia juga dinilai tidak bertahan lama karena setelah ditembak atau dibor sekalipun alat tagging tetap lepas. Biasanya bertahan sekitar 70 ada juga yang hampir satu tahun tapi itu sedikit sekali. Memang metode baru tagging ini belum sempurna namun paling tidak alat tagging diharapkan bisa bertahan lama untuk kirimkan data.

“Ini belum pernah digunakan dimanapun. Sebenarnya metode attachment sudah ada selama 10 tahun. Tapi metode lama membuat ikan tidak nyaman. Jadi kita di sini mencari cara terbaik memonitor Hiu,” kata Marco.

Muh. Aryomekka Firdaus, Sekretaris Perusahaan PIS, menuturkan terdapat tiga terminal BBM (Fuel Terminal) di sekitar teluk Cendrawasih yakni FT Nabire, Manokwari, Serui. Keberadaan terminal BBM membuat kapal-kapal pengangkut BBM lalu lalang disekitar perairan yang jadi habitat Hiu Paus. Selain itu diharapkan juga ke depannya datanya bisa dipakai untuk perusahaan kapal-kapal lainnya.

“Data tersebut akan kami sesuaikan dengan jalur area pelayaran kapal kapal PIS di Papua. Sehingga kapal PIS bisa berlayar di rute-rute yang tidak akan menggangu jalur hiu paus tersebut. Harapannya ke depan, data ini juga bisa diakses oleh kapal-kapal lainnya untuk sama-sama menjaga ekosistem kelautan kita,” ujar Aryomekka.

Berdasarkan laporan International Union for Conservation of Nature (IUCN), hiu paus merupakan salah satu hewan yang masuk ke dalam daftar merah terancam punah sejak 2016. Sejak itu upaya konservasi hiu paus terus digalakkan oleh berbagai pihak, termasuk oleh PIS sebagai perusahaan yang bergerak dan industri maritim dan memiliki perhatian besar untuk keberlanjutan ekosistem kelautan Indonesia.

“Dari hasil monitoring didapatkan adanya individu-individu baru hiu paus di kawasan TNTC sehingga jumlah populasinya meningkat,” ungkap dia.

Kolaborasi pengelolaan Whale Shark Center bersama dengan KLHK ini merupakan salah satu program Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan (TJSL) PIS. Kegiatan ini berada di bawah program “BerSEAnergi Untuk Laut” untuk mendukung keberlanjutan ekosistem laut, peningkatan literasi, kesejahteraan masyarakat pesisir.

Kerja sama pengelolaan Whale Shark Center di Kwatisore ini mencakup beberapa program, di antaranya; Konservasi dan tagging Hiu Paus, Pertamina Ocean Warrior (Endangered Species Monitoring), Pelatihan Diving, dan Desa Energi Berdikari.