JAKARTA – Rencana perubahan status perusahaan tambang pemegang Kontrak Karya (KK) maupun Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batu Bara (PKP2B) menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) dinilai perlu tetap berpegang kepada peraturan dan regulasi yang berlaku.

Tino Ardhyanto, Ketua Umum Perhimpunan Ahli Pertambangan Indonesia (Perhapi), mengatakan komunikasi dengan pihak-pihak yang berkepentingan harus dilakukan. Hal ini juga selaras dengan maksud dari pengelolaan sumber daya alam yang dalam hal ini mineral dan batubara dalam UUD 1945.

“Sebelum peraturan dan regulasi turunan untuk pelaksanaannya dikeluarkan, perlu komunikasi dengan pihak-pihak yang berkepentingan seperti Kemenkeu. Untuk kemudian dapat dilaksanakan oleh para pelaku usaha,” kata Tino kepada Dunia Energi, Senin (10/10).

Kontrak tambang batubara

Dalam rancangan revisi UU Mineral dan Batu Bara (Minerba) yang sedang dibahas di parlemen sebagai usulan DPR-RI yang masuk dalam daftar Prioritas Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2016, terdapat usulan agar Kontrak Karya  maupun Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara wajib diubah menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus  selambat-lambatnya dalam waktu 1 tahun sejak berlakunya UU baru tersebut.

Proses penyelesaian amandemen KK/PKP2B hingga saat ini masih sebagian terkendala. Penyebab utama permasalahannya, adalah kesulitan yang dialami oleh Pemerintah dalam melakukan renegosiasi menjalankan amanat UU Nomor 4 Tahun 2009 itu sendiri.

Luhut Binsar Panjaitan, Pelaksana Tugas Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), sebelumnya mengatakan pihaknya akan berkoordinasi dengan Kementerian Keuangan terkait rencana perubahan KK ke IUPK.

“Harus disinkronkan dengan Kemenkeu, karena ujung-ujungnya ke penerimaan negara. Nanti, Tim Kemenkeu akan bertemu dengan pihak Ditjen Minerba,” tandas Luhut.(RA)