JAKARTA – PT Pertamina Patra Niaga melakukan kajian pengembangan Bunkering Marine Fuel Oil (MFO) dengan PT Krakatau International Port. Basilio Dias Araujo, Deputi Bidang Koordinasi Kedaulatan Maritim dan Energi, mengatakan nota kesepahaman antara Pertamina dan Krakatau International Port demi mempertegas kerja sama pelayanan jasa Bunkering Marine Fuel Oil di pelabuhan Krakatau International Port (KIP) serta di wilayah perairan strategis Indonesia lainnya, terutama di Selat Sunda.

“Nota kesepahaman ini merupakan realisasi komitmen Indonesia untuk menciptakan dan meningkatkan pelayanan jasa Bunkering Marine Fuel Oil (MFO) di berbagai pelabuhan strategis di Indonesia,” kata Basilio usai penandatanganan nota kesepahaman antara Pertamina Patra Niaga dengan Krakatau International Port, Kamis (5/8).

MFO dengan kandungan sulfur maksimal 0,5% mass by mass (m/m) ini merupakan bahan bakar kapal yang sesuai dengan mandatori International Maritime Organization (IMO) mengenai bahan bakar kapal dengan kadar sulfur maksimal 0,5% wt yang berlaku mulai 1 Januari 2020.

Menurut Basilio, peluang ekonomi dari penggunaan MFO belum dioptimalkan selama ini. Padahal ada ribuan kapal, baik ukuran besar dan kargo internasional yang melintas di sepanjang Selat Sunda.

Ada estimasi sekitar US$173 miliar opportunity loss dari jasa bunkering, crew change, dan penyediaan logistik dari kapal-kapal yang melewati Selat Malaka, Selat Singapura, Selat Sunda, dan Selat Lombok. Data 2020 menyebutkan, jumlah kapal yang melintas di sepanjang Selat Sunda sebanyak 53.068 kapal (dengan 150 kapal melintas per harinya), sedangkan di jalur Selat Malaka dan Selat Singapura berkisar 120.000 kapal (dengan 350 kapal melintas per harinya di Selat Malaka).

“Kita telah siapkan hot spots beberapa pelabuhan strategis di sepanjang selat-selat tersebut dengan bisnis MFO ini,” ungkap Basilio.

Menurut Basilio, kerja sama Pertamina dan Krakatau International Port dapat meningkatkan penerimaan negara dan keuntungan luar biasa terutama untuk revenue negara, kesejahteraan masyarakat. “Dan yang terpenting Indonesia siap dan mampu untuk memberikan layanan jasa MFO di wilayah perairan strategis kita,” tegas Basilio.

Melalui kerja sama bisnis Bunkering Marine Fuel Oil tersebut diharapkan bisa memperkuat posture energi Indonesia khususnya penyediaan Bahan Bakar Kapal Marine Fuel Oil (MFO) Sulfur rendah 180 cSt ( centistockes ) bersama Pertamina Group.

Dalam Peraturan Menteri Perhubungan No. 29 tahun 2014 tentang pencegahan pencemaran lingkungan maritim ada ketentuan kadar sulfur pada bahan bakar kapal dan internasional untuk memproduksi MFO Sulfur rendah 180 cSt.

Pertamina melalui Refinery Unit (RU) III Plaju telah meluncurkan Bahan Bakar Kapal Marine Fuel Oil (MFO) Sulfur rendah 180 cSt dan akan memproduksi MFO 180 cSt sebanyak 380.000 Kiloliter (KL) per tahun atau kurang lebih 200 ribu barel per bulan serta dapat didistribusikan bagi kapal-kapal berbendera Indonesia maupun selain Indonesia yang memasuki pelabuhan di Wilayah Perairan Indonesia.(RI)