JAKARTA – PT Pertamina (Persero) akan fokus memasok kebutuhan gas alam cair (Liquefied Natural Gas/LNG) ke Filipina untuk memenuhi kebutuhan gas untuk pembangkit listrik. Pasalnya, Pertamina tidak jadi ikut serta menyediakan fasilitas atau infrastruktur lainnya.

“Kami akan pasok LNG-nya saja, tidak yang lain hanya LNG,” kata Basuki Trikora Putra, Direktur Pemasaran Retail Pertamina kepada Dunia Energi, Senin (18/3).

Menurut Basuki, masih ada peluang bagi Pertamina memasok LNG secara langsung ke pembangkit atau melalui perantara dari perusahaan asal Filipina.

“Masih terbuka nanti apakah kami akan pasok langsung atau nanti harus melalui perusahaan  perantara, Ini masih dalam pembahasan,” katanya.

Pertamina sebelumnya telah menyatakan komitmen ke pemerintah Filipina untuk ikut dalam proyek pengembangan LNG untuk kebutuhan pembangkit listrik (Pembangkit Listrik Tenaga Gas Uap/PLTGU) senilai US$1 miliar.

Pertamina menjadi kandidat untuk memasok LNG karena kebutuhan gas di Filipina masih tinggi, salah satunya untuk pembangkit listrik. Di sisi lain produksi lapangan gasnya yang tua membuat produksi gas terus menurun. Bahkan salah satu lapangan gasnya yakni Malampaya akan habis pada 2024.

Basuki mengatakan pembahasan jual beli LNG akan memakan waktu. Komitmen awal Pertamina untuk menjadi pemasok LNG akan dibahas kembali dengan otoritas perdagangan dari Filipina. “Sepertinya tidak akan tahun ini. Pembahasan masih panjang,” tukas dia.

Pertamina terlihat agresif menyiapkan stok LNG, baik yang akan digunakan untuk kebutuhan dalam negeri maupun untuk memperluas eksistensinya dalam bisnis jual beli gas internasional.

Pertamina sebelumnya menandatangani kesepakatan jual beli gas (Sales Purchase Agreement/SPA) dengan Mozambique LNG 1 yang dimiliki Anadarko Petroleum Corporation, perusahaan asal Amerika Serikat. Total volume LNG yang dibeli sebesar 1 juta ton per tahun selama 20 tahun. Pembelian akan dimulai pada 2024.

Pertimbangan harga lebih murah menjadi alasan Pertamina untuk membeli LNG tersebut yang nantinya akan digunakan untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri yang diperkirakan terus meningkat dan akan terjadi defisit pada 2024, apabila tidak dipenuhi dari sumber selain sumber pasokan dalam negeri.(RI)