JAKARTA – PT Pertamina (Persero) mengalokasikan 14% atau sekitar US$9,8 miliar-US11,2 miliar yang setara Rp147 triliun-Rp168 triliun (kurs Rp15.000 per dollar AS) dari proyeksi belanja modal (capital expenditure) 2022-2026 sebesar US$70-80 miliar untuk pengembangan energi baru, bersih dan terbarukan. Hal ini sejalan dengan komitmen Pertamina yang berupaya menggunakan sumber daya domestik untuk memasok kebutuhan energi nasional menuju pembangunan hijau dan dekarbonisasi.

Dannif Danusaputro, Chief Executive Officer Pertamina NRE, Subholding Power and Renewable Energy Pertamina, juga menyampaikan, proyeksi belanja sektor hulu dan hilir. Dalam proyeksi Pertamina, sektor hulu akan menyerap 45% belanja modal dan sektor hilir 37%.

“Sisa 4% untuk portofolio lainnya. Rata-rata perusahaan energi lain memproyeksikan belanja modal sekitar 4,3%,” ujar Dannif saat menjadi narasumber pada sesi “Company Strategy to Address Energy Transition and Investment” pada 46th IPA Convention and Exhibition di Jakarta, Kamis (22/9).

Menurut Dannif, kebutuhan biaya untuk melakukan transisi energi sangat besar. Apalagi ini menjadi tuntutan global. Hal ini mengharuskan semua perusahaan mendesain ulang strategi dalam mencapai target produksi diikuti dengan penurunan emisi.

Dia menjelaskan, bauran energi Pertamina juga akan berubah signifikan pada 2030. Pada 2021 bauran energi Pertamina mencapai 2,3 MT Joule dengan 81% dari produk pengolahan (tidak termasuk LPG), 15% produk pengolahahan LPG dan 3% gas. “Pada 2030, porsi NRE akan naik menjadi 17% dan gas 19%, sedangkan produk pengolahan turun menjadi 61% dan LPG berkurang jadi 3%,” katanya.

Untuk mencapai target, tambah Dannif, Pertamina memiliki beberapa proyek dan aktivitas yang sudah lama dijalankan, antara lain geothermal, pengembangan hydrogen, ikut berpartisipasi dalam pengembangan baterai kendaraan listrik dan energy storage system, dan membangun green industrial cluster. Selain itu, Pertamina juga mengembangkan green refinery, bio energy, proyek natural based solution (NBS) serta pengembangan EBT seperti solar PV, serta inisiatif lainnya. Selain itu, Pertamina juga ambil bagian dalam proyek Demtyl Ether (DME) yang ditargetkan rampung pada 2025.

Datuk Sazali Hamzah, EVP & CEO of Downstream Petronas, mengungkapkan untuk bisa melakukan transisi energi, pihaknya menargetkan perbaikan arus kas sebesar 50%. Dengan keuangan lebih baik, manajemen Petronas diproyeksikan dapat mendanai transisi energi. “Petronas menargetkan 30% revenue pada 2030 berasal dari non-traditional business (bisnis migas),” ujar Hamzah.

Stefano Raciti, SVP Global Operation Mubadala Energy, menyatakan kondisi saat ini memengaruhi strategi perusahaan ke depan. Mubadala akan fokus berinvestasi membangun portofolio ke gas. “Kami juga membidik carbon capture hydrogen. Kami komitmen untuk investasikan untuk bisa merealisasikan itu seperti Andaman sepertinya juga lebih ke gas,” ungkap dia. (DR/RI)