PEKANBARU – Hampir setahun setelah PT Bumi Siak Pusako (BSP) secara mandiri memulai pengelolaan WK Migas CPP untuk kurun 20 tahun dengan skema gross split, banyak hal masih menjadi tanda tanya di masyarakat Riau.

“Di antaranya tentunya pertanyaan tentang pemenuhan kebutuhan modal untuk melaksanakan kewajiban PT BSP atas signature bonus sebesar US$10 juta dan komitmen kerja pasti (KKP) sebesar US$130,4 juta, yang hingga saat ini belum diketahui dan masih menjadi pertanyaan publik, apakah melalui suntikan dana dari APBD masing-masing pemegang saham atau menggandeng investor,” ungkap Praktisi Migas Aris Aruna ST, Minggu (28/5/2023).

Lebih lanjut dikatakan, jika dengan menggandeng investor, tentu pertanyaan selanjutnya adalah bagaimana prosesnya? Apakah melalui tender, beauty contest atau malah melalui penunjukan langsung?

“Tentu tak mengherankan pertanyaan-pertanyaan ini muncul, sebab belakangan juga diketahui bahwa BSP telah menghentikan PT Pertamina Hulu Energi dari kerjasama berjudul Badan Operasi Bersama (BOB) dan memilih untuk menggandeng PT Energi Mega Persada Tbk di bawah pimpinan Indra Bakrie,” ujar Aris.

Sehubungan dengan ini, lanjut Aris, tentu Dirut PT BSP dan komisaris beserta jajarannya harus menjawab pertanyaan-pertanyaan yang tentu saja bisa dikatakan menjadi keresahan bagi masyarakat. Tak terkecuali mengenai desas-desus tentang bagaimana minyak mentah BSP dijual dan kemana dijualnya dan mengapa tidak dipasok ke kilang Pertamina pada saat kilang dalam negeri kekurangan pasokan minyak mentah hamper 800 ribu barrel per hari atau defisit sehingga harus mengimpor minyak mentah dari berbagai negara.

“Selain itu juga juga tentunya jajaran direksi dan komisaris PT BSP juga harus merapikan dan mempertajam organisasi perusahaan untuk mencapai target produksi. Tentu saja, lebih elok lagi jika manajemen PT BSP lebih terbuka dan tidak terkesan menutup diri atas masukan dan saran dari stakeholders,” ungkap Aris.

Menurut Aris, bagaimana jajaran Direksi dan Komisaris PT BSP dalam menahkodai ini semua, tentulah sangat ditunggu publik dan insan media, terutama tentang berapa target produksi yang ingin dicapai dari WK CPP untuk tahun 2023 paska peralihan 100 persen ke PT. BSP serta bagaimana metode meningkatkan produksi tersebut, apakah melalui Pemboran Sumur Ekploitasi atau sumur pengembangan, melalui Work Over, melalui penggunaan teknologi EOR.

Tak hanya itu, menurut Aris, kinerja BSP menjalankan proses pemboran sumur ekploitasi atau sumur pengembangan yang hanya banyak dibicarakan sesuai Komitment Kerja Pasti (KKP) per lima tahun yang nilainya dijanjikan sangat signifikan dan itu belum tentu dapat sumur minyak, juga perlu menjadi perhatian manajemen BSP.

“Termasuk juga tentang aspek produksi lainnya, tak terkecuali yang harus dibereskan oleh manajemen BSP tentang kenapa tidak dilakukan juga secara masif dan agresif optimalisasi dan reaktivasi semua fasilitas yang sudah lama seperti reservoir facilities, production facilities , surface facilities, hydrocarbon pipe line facilities dan technology untuk mendukung kenaikan produksi lainnya,” kata Aris.

Sejauh ini, menurut Aris, kinerja manajemen dalam hal komitmen terhadap pencarian cadangan baru atau eksplorasi serta berapa sumur target dalam satu tahun yang akan dilakukan, juga belum jelas terlihat disampaikan kepada masyarakat maupun stakeholders.(RA)