JAKARTA – Perencanaan yang komprehensif dengan mengedepankan prinsip berkeadilan dinilai perlu menjadi acuan dalam menerapkan transisi energi di Indonesia.

Marlistya Citraningrum, Program Manager Akses Energi Berkelanjutan Institute for Essential Services Reform (IESR), mengatakan transisi energi semestinya dibicarakan dalam ranah publik menimbang dampaknya mempengaruhi kehidupan semua orang.
“Kita harus menanamkan paradigma bahwa transisi energi adalah kepentingan publik. Oleh karena itu, keputusan-keputusan yang diambil, baik oleh pemerintah di level manapun, harus
merupakan perwakilan dan keseimbangan di antara pilihan-pilihan yang ada untuk profil kelompok masyarakat yang berbeda agar bisa memberi dampak optimal bagi mereka,” katanya dalam Indonesia Sustainable Energy Week (ISEW) 2022, di Jakarta Kamis (13/10/2022).

Lebih lanjut, Marlistya menyampaikan selain kebijakan berbasis bukti, perlu pula empati (empathy) dan pelibatan dalam proses pengambilan keputusan (engagement) dan penerapan
prinsip energi berkeadilan atau just energy transition.
“Kita tidak bisa bilang beralih ke energi bersih, tapi menyengsarakan orang-orang yang sebelumnya bekerja di sektor terkait energi fosil. Kalau adil, maka semua orang harus merasakan dampak positif transisi energi dan kita meminimalisir dampak negatifnya,” ujar Marlistya.

Diversifikasi sektor-sektor ekonomi, upskilling, atau re-skilling para pekerja adalah bagian dari transisi energi berkeadilan.
Menurutnya, penyusunan perencanaan yang komprehensif meliputi rencana strategis dan eencana taktis yang dilengkapi dengan rencana operasional yang jelas tenggat waktunya serta dilakukan pengawasan dan evaluasi.
“Saat ini, pengambilan keputusan di Indonesia masih banyak yang top-down. Itu tidak salah. Tapi, harapannya nanti dalam konteks transisi energi, banyak yang bottom-up,” ungkap Marlistya.

Menyoal perencanaan yang komprehensif Zulfikar Yurnaidi, AEO7 Project Manager ASEAN Centre for Energy, menyampaikan jika ingin meningkatkan efisiensi energi dan diversifikasi energi harus berfokus pada seluruh sistem, tidak hanya power system.
“ Kita harus transisi, tapi juga handal (secure), dan harus resilien,serta berjalan ke arah sustainability. Ini memerlukan diskusi komprehensif,” ujarnya.

Sementara itu Yusuf Suryanto, Koordinator Ketenagalistrikan, Direktorat Ketenagalistrikan, Telekomunikasi, dan Informatika Bappenas, mengatakan saat ini terbuka ruang untuk menyusun perencanaan yang komprehensif dan partisipatif, misalnya pada musyawarah perencanaan pembangunan di berbagai level, di daerah, kabupaten, kota sampai level nasional.
Apa yang menjadi concern adalah harapannya masyarakat ini masuk dalam koridor-koridor tiap levelnya. Sinkronisasi, konvergensi atau integrasi perlu dilakukan antar berbagai pihak dan merumuskan ekosistem yang diperlukan,” ujar Suryanto.(RA)