Kantor Kejaksaan Agung di Jakarta.

JAKARTA – Kejaksaan Agung (Kejakgung) nampaknya salah sasaran dalam melakukan penyidikan kasus proyek bioremediasi PT Chevron Pacific Indonesia (CPI) mengingat kegiatan manajemen lingkungan itu sama sekali tidak dibiayai oleh keuangan negara.

Bukan hanya itu, proyek bioremediasi Chevron merupakan proyek manajemen lingkungan hidup yang sukses, dan telah disetujui serta dimonitor oleh pemerintah. Namun entah mengapa Kejakgung ngotot menganggapnya bermasalah.

Vice President Policy Government and Public Affairs Chevron, Yanto Sianipar mengatakan, pihaknya menyayangkan penyidikan yang saat ini dilakukan oleh Kejaksaan Agung. Karena sesungguhnya penyidikan tersebut bertentangan dengan kerangka kerja peraturan di industri minyak dan gas bumi (migas).

Kerangka kerja industri migas bernaung di bawah Kontrak Bagi Hasil. Di bawah kerangka Kontrak Bagi Hasil, semua proyek yang dijalankan dan dapat di-cost recovery-kan (diganti oleh pemerintah sebagai biaya produksi, red) secara jelas menjadi wewenang BP Migas dan lembaga audit negara (BPK/BPKP).

“Lebih lanjut semua biaya terkait dengan program Bioremediasi yang dijalankan oleh PT CPI saat ini tidak dimasukkan ke dalam biaya cost recovery dan telah ditanggung sepenuhnya oleh PT CPI, oleh karenanya tidak ada uang negara yang digunakan di dalam proyek ini,” lanjut Yanto Sianipar di Jakarta, Rabu, 26 September 2012.

Yanto menambahkan, CPI telah menjalankan proses seleksi pemilihan kontraktor secara ketat dan telah mendapat persetujuan dari BP Migas serta sesuai dengan kode etik bisnis internal yang ketat yang dipatuhi oleh seluruh karyawan.

“Chevron akan membela seluruh karyawan yang bekerja sesuai dengan aturan dan perundangan yang berlaku di Indonesia serta kode etik internal perusahaan,” tegasnya terkait dengan beberapa karyawan Chevron yang dijadikan tersangka oleh Kejakgung dalam kasus itu. (Iksan Tejo/duniaenergi@yahoo.co.id)