JAKARTA – Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Migas (SKK Migas) mencatat terjadi penurunan negara sepanjang tahun 2023 akibat penerapan Harga Gas Bumi Tertentu (HGBT) yang diterapkan untuk tujuh industri yang sudah ditetapkan oleh pemerintah. Adapun penurunan penerimaan negara jumlahnya mencapai sekitar US$1 miliar.

Kurnia Chairi, Deputi Keuangan dan Komersialisasi SKK Migas, menjelaskan saat ini perhitungan memang masih terus dilakukan tapi ada angka sementara yang telah didapatkan yaitu mencapai US$1 miliar.

“Saat ini memang sedang kami evaluasi dan kalau saya mencatat mungkin jumlahnya di 2023 ini bisa mencapai lebih dari US$1 miliar ada potensi penurunan penerimaan negara atau penyesuaian penerimaan negara lebih dari US$1 miliar namun ini masih angka-angka sementara yang nanti kita akan rekonsiliasi lebih lanjut,” jelas Kurnia, di Jakarta, Rabu (28/2).

Adapun tujuh industri yang sejauh ini menerima harga gas khusus antara lain industri pupuk, petrokimia, oleochemical, baja, keramik, kaca, dan sarung tangan karet. Pemerintah pun berencana untuk melanjutkan kebijakan tersebut pada tahun ini.

Beban negara memang cukup berat untuk menanggung kebijakan harga gas tersebut. Kebijakan HGBT ini berjalan di tengah tengah 2020-2021 padahal kontraktor telah menandatangani Perjanjian Jual Beli Gas (PJBG) dengan para konsumennya. Itu berarti harus ada yang menanggung selisih harga tersebut karena pemerintah sudah kadung menetapkan maksimal harga gas untuk industri tertentu sebesar US$ 6 per MMBTU.

“Itu sebenarnya sudah ada harga awal pjbg yang disepakati dijual antara KKKS (produsen gas), produsen dan para buyers saat itu harga PJBG itu tadi diturunkan pada harga yang ditargetkan US$6 sehingga gap itu yang di-kept whole (menanggung bagian KKKS),” ujar Kurnia. (RI)