JAKARTA – Hingga saat ini iklim investasi energi terbarukan dianggap masih belum menarik karena berbagai hal termasuk pertimbangan keekonomian dan sebagainya yang ditaur dalam Peraturan Menteri (Permen) ESDM Nomor 50 Tahun 2017 tentang Pemanfaatan Sumber Energi Terbarukan Untuk Penyediaan Tenaga Listrik.

Indonesia memiliki target Energi Baru Terbarukan (EBT) sebesar 23% di bauran energi nasional pada tahun 2025. Kebijakan ini yang dipadukan dengan komitmen Indonesia untuk mengurangi emisi hingga 29% pada tahun 2030 merupakan upaya jelas menuju sistem energi yang lebih berkelanjutan.

Berbagai program akselerasi pengembangan EBT terus digalakkan guna mengejar target bauran energi sebesar 23% di tahun 2025.

“Kini para pengusaha sedang menanti terbitnya Peraturan Presiden (Perpres) pengganti Permen Nomor 50 tersebut yang sudah dijanjikan pemerintah akan diterbitkan sejak tahun lalu dan konon kabarnya sudah disampaikan kepada Presiden untuk di tandatangani,” ungkap Surya Darma, Ketua Umum Masyarakat Energi Terbarukan Indonesia (METI), kepada Dunia Energi, Kamis (4/2).

Menurut Surya Darma, hal ini yang menjadi pertanyaan banyak pihak karena sudah lebih satu tahun sejak pembahasan dengan pemangku kepentingan tahun 2020.

“Yang kami dapat informasi dari Menteri ESDM bahwa draft sudah disampaikan oleh Kementerian ESDM kepada Presiden melalui Sekab pada November 2020 yang lalu. Inilah yang sekarang ditunggu banyak pihak dan menjadi harapan,” kata Surya Darma.

Pemerintah terus berupaya melaksanakan berbagai program percepatan pengembangan EBT agar target 23 % EBT pada bauran energi nasional tahun 2025 tercapai. Beberapa program yang dilakukan pemerintah antara lain pengembangan pembangkit listrik EBT dan Bahan Bakar Nabati (BBN), pengembangan panas bumi melalui government drilling, pengembangan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) skala besar, program PLTS Atap, dan program cofiring biomassa pada PLTU.

Pemerintah menyatakan telah melaksanakan beberapa strategi pengembangan EBT, yaitu melalui implementasi Peraturan Presiden (Perpres) tentang harga pembangkit tenaga listrik EBT, pengembangan REBID melalui PLTA dan PLTP skala besar terintegrasi dengan industri, pengembangan PLTS Skala Besar dan PLTS Atap, pengembangan REBED untuk memacu perekonomian wilayah termasuk daerah 3T, pengembangan biomassa melalui kebun/hutan energi, limbah pertanian, sampah kota, penambahan/modernisasi jaringan transmisi, menjadikan NTT sebagai lumbung energi (PLTS) dan peningkatan kualitas data dan informasi panas bumi melalui program eksplorasi panas bumi oleh pemerintah.

“Paling tidak, beberapa harapan investor (energi terbarukan) yang dapat menarik investasi sudah terakomodir dalam Perpres tersebut,” tandas Surya Darma.(RA)