JAKARTA – Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menyatakan akan tetap memberikan rekomendasi ekspor tembaga kepada PT Freeport Indonesia, meskipun progress pembangunan smelter tidak sesuai target. Padahal dari aturan yang ada menyatakan jika dari evaluasi berkala progress smelter tidak sesuai target maka badan usaha pemegang Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) tidak diperkenankan melakukan ekspor komoditas dalam bentuk raw material.

Arifin Tasrif, Menteri ESDM, mengatakan dari laporan yang diterima pada 2020 progress pembangunan smelter Freeport hanya 6% dari target yang harusnya dicapai sebesar 10% jika mau rekomendasi ekspor diberikan. Selain larangan ekspor sebenarnya ada mekanisme sanksi lainnya yakni kewajiban untuk membayar denda.

“Dan berdasarkan aturan kami mengenakan pinalti atas keterlambatan progress konstruksi yang dilakukan Freeport yang rencananya saat ini sudah dilakukan land preparation di kawasan Gresik,” kata Arifin disela rapat dengan Komisi VII DPR RI, Senin (22/3).

Arifin menuturkan dari sisi regulasi yang harus diikuti saat berubah statusnya menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK), Freeport dilarang untuk melakukan ekspor jika tidak ada perkembangan berarti terhadap konstruksi smelter. Hanya saja pemerintah menilai ada persoalan lain yang akan timbul jika larangan ekspor diberlakukan. Masalah tersebut berhubungan langsung dengan pekerja.

“Tapi kalau tidak diberikan izin ekspor akan memberikan dampak kepada penerimaan kami dan dampak sosial terhadap karyawan. Untuk itu kami berikan izin ekspor dengan tetap memberikan denda disebabkan keterlambatan melakukan progress konstruksi,” tegas Arifin.

Denda yang harus dibayarkan Freeport Indonesia sebagai konsekuensi ekspor tetap berjalan, meskipun pembangunan smelter mandeg hitungannya yakni sebesar 20% dari revenue berjalan.

Selain karena alasan sosial, pemerintah juga berdalih relaksasi ekspor diberikan karena harga mineral di pasaran internasional sedang tinggi. Ini tentu berdampak positif terhadap penerimaan negara dari ekspor tembaga yang dilakukan Freeport.

“Izin ekspor kami tetap berikan, karena comodity copper meningkat tajam (harganya). Jadi ini satu relaksasi. Enggak cuma dikasih ke Freeport untuk copper konsentrat, tapi yang lain juga, kecuali ekspor bijih nikel,” kata Arifin.

Keputusan Menteri ESDM Nomor 46.K/MB.04/MEM.B/2021 tentang Pemberian Rekomendasi Penjualan ke Luar Negeri Mineral Logam pada Masa Pandemi Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) baru saja diterbitkan.

Arifin dalam keputusannya menetapkan bahwa pemegang Izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi Mineral Logam dan Izin Usaha Pertambangan Khusus Operasi Produksi Mineral Logam yang tidak memenuhi persentase kemajuan fisik pembangunan fasilitas pemurnian paling sedikit 90% (sembilan puluh persen) pada 2 (dua) periode evaluasi kemajuan fisik pembangunan fasilitas pemurnian sejak ditetapkannya Keputusan Presiden Nomor 12 Tahun 2020 tentang Penetapan Bencana Nonalam Penyebaran Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) sebagai bencana nasional, dapat diberikan rekomendasi persetujuan ekspor.

Arifin juga memutuskan bahwa para pemegang Izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi Mineral Logam dan Izin Usaha Pertambangan Khusus Operasi Produksi Mineral Logam sebagaimana dimaksud dalam Diktum Kesatu tetap dikenakan denda administratif dari nilai kumulatif penjualan ke luar negeri pada periode evaluasi sebagaimana dimaksud dalam Diktum Kesatu dengan mempertimbangkan dampak pandemi Covid-19.(RI)