JAKARTA – Pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menerbitkan aturan main pelaksanaan pengelolaan gas suar yang tertuang dalam Peraturan Menteri ESDM Nomor 17 tahun 2021 tentang Pelaksanaan Pengelolaan Gas Suar Pada Kegiatan Usaha Migas. Beleid ini diterbitkan untuk optimalisasi pemanfaatan sumber energi guna mendukung terwujudnya bauran energi yang optimal sebagai kebijakan energi nasional,

Pertimbangan lain dalam penetapan aturan ini adalah Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 31 Tahun 2012 tentang Pelaksanaan Pembakaran Gas Suar Bakar (Flaring) pada Kegiatan Usaha Minyak dan Gas Bumi sudah tidak sesuai dengan perkembangan dan kebutuhan hukum, sehingga perlu diganti. Gas suar adalah gas yang dihasilkan oleh kegiatan eksplorasi dan eksploitasi minyak dan/atau gas bumi atau pengolahan minyak dan/atau gas bumi yang akan dibakar pada suar secara terus-menerus maupun yang tidak terus-menerus dalam kondisi rutin maupun tidak rutin. Demikian dinyatakan dalam Pasal 1 aturan ini.

Dalam Pasal 2, ditetapkan bahwa Kontraktor dan Badan Usaha Pemegang Izin Usaha Pengolahan wajib melakukan pengelolaan gas suar. Pengelolaan gas suar ini meliputi kegiatan pemanfaatan gas suar dan/atau pembakaran gas suar. Dalam ayat 3 pasal itu disebutkan Kontraktor wajib menyusun rencana pengelolaan gas suar pada lapangan minyak bumi dan/atau lapangan gas bumi dalam suatu rencana pengembangan lapangan (Plan of Development) untuk pertama kali atau rencana pengembangan lapangan selanjutnya.

  1. Selanjutnya dalam Pasal 3 dinyatakan, Kontraktor dan Badan Usaha Pemegang Izin Usaha Pengolahan harus mengutamakan pemanfaatan gas suar. Pembakaran gas suar ini, demikian diatur dalam Pasal 4, dilakukan oleh Kontraktor atau Badan Usaha Pemegang Izin Usaha Pengolahan dalam hal:
    Pembakaran gas suar rutin.
  2. Pembakaran gas suar tidak rutin.
  3. Pembakaran gas suar untuk keselamatan.
  4. Pembakaran gas suar dari gas bertekanan rendah dan/atau pembakaran gas suar dengan kandungan rata-rata gas pengotor lebih besar dari 5 persen  mole yang berdasarkan kajian teknis dan keekonomian belum atau tidak dapat dimanfaatkan.
  5. Kondisi atau peristiwa maupun rangkaian peristiwa akibat kegagalan sistem peralatan atau instalasi yang dapat mengancam atau membahayakan keselamatan jiwa manusia baik pekerja dan/atau masyarakat sekitar atau dapat menimbulkan kerusakan lingkungan, kerusakan fasilitas umum atau aset/fasilitas produksi dan dampak sosial masyarakat (kondisi darurat).
  6. Pembakaran gas suar dari tambahan gas sebagai bahan bakar untuk pembakaran gas suar yang mengandung gas pengotor untuk mempertahankan nyala api.
  7. Pembakaran gas suar dari produksi gas bumi yang mengalami kendala komersialisasi.

Selanjutnya dalam Pasal 5 ayat 1 dinyatakan bahwa Kontraktor dapat melakukan pembakaran gas suar rutin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf a, dengan syarat tidak melebihi batasan sebanyak 2 persen dari laju alir volumetrik harian gas umpan (feed gas) untuk setiap lapangan gas bumi; dan laju alir volumetrik rata-rata harian dalam enam bulan sebesar 2 MMSCFD untuk setiap lapangan minyak bumi.

“Kontraktor yang memiliki produksi minyak bumi dan gas bumi dalam satu lapangan dapat menggunakan batasan pembakaran gas suar rutin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk bagian produksi minyak bumi atau gas bumi yang lebih besar,” bunyi Pasal 5 ayat 2.

Selanjutnya dalam ayat 3, Badan Usaha Pemegang Izin Usaha Pengolahan dilarang untuk melakukan pembakaran gas suar rutin. “Badan Usaha Pemegang Izin Usaha Pengolahan wajib membuat desain kilang tanpa ada pembakaran gas suar rutin pada kilang minyak bumi dan/atau kilang gas bumi,” demikian bunyi Pasal 5 ayat 4.

Diatur dalam Pasal 6, selain pembakaran gas suar rutin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5, dilakukan pembakaran gas suar dalam satu kejadian dan berlangsung lebih dari satu hari dengan volume rata-rata hariannya melebihi 20 MMSCFD, Kontraktor atau Badan Usaha Pemegang Izin Usaha Pengolahan wajib melaporkan kepada Kepala Inspeksi.

Pelaporan dapat dilakukan secara daring dalam jangka waktu paling lambat 1 x 24 jam sejak dilakukan pembakaran gas suar tersebut. Selain itu, Kontraktor atau Badan Usaha Pemegang Izin Usaha Pengolahan wajib menyampaikan laporan secara tertulis kepada Direktur Jenderal Migas dalam jangka waktu paling lama 7 hari kerja setelah selesainya pembakaran gas suar.

Sementara pada Pasal 7, pembakaran gas suar tidak rutin meliputi pembakaran dari gas suar untuk kegiatan:  Eksplorasi dan appraisal;  Kegiatan pemboran; pengujian dan pemeliharaan sumur; Initial well flow-back, breathing/working losses atau pressured-relief gas dari tangki; Pemeliharaan fasilitas/unit proses produksi/ peralatan (turn-arounds, de-pressuring peralatan); dan Kondisi operasi tidak normal.

“Pembakaran gas suar untuk keselamatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf c meliputi pembakaran dari gas suar untuk pembersihan (purging), percobaan (pilot), pengetesan untuk sistem keselamatan, dan pembakaran gas suar untuk keselamatan lingkungan,” bunyi Pasal 8.

Pasal 9 mengatur bahwa dalam hal terjadi pembakaran gas suar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf c dan huruf e dan Pasal 7 huruf d dan huruf e yang disebabkan oleh ketidakhandalan peralatan, Kontraktor atau Badan Usaha Pemegang Izin Usaha Pengolahan wajib melakukan upaya penghentian pembakaran gas suar, serta wajib dilaporkan kepada Direktur Jenderal Migas.

Lebih lanjut dalam Pasal 10, Kontraktor dapat melakukan pembakaran gas suar dari produksi gas bumi yang mengalami kendala komersialisasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf g, dengan ketentuan:

  1. Kontraktor melaporkan kepada SKK Migas atau BPMA, sesuai kewenangannya, terkait kendala pada komersialisasi produksi gas bumi dan opsi rencana tindak lanjut agar gas bumi tetap dapat dimanfaatkan.
  2. SKK Migas atau BPMA, sesuai kewenangannya, melakukan evaluasi terhadap laporan Kontraktor sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan menyampaikan rekomendasi atas evaluasi tersebut kepada Menteri ESDM.
  3. Berdasarkan rekomendasi SKK Migas atau BPMA sebagaimana dimaksud dalam huruf b, Menteri ESDM melalui Direktur Jenderal Migas menetapkan status pembakaran gas suar oleh Kontraktor.
  4. Penetapan status pembakaran gas suar oleh Menteri ESDM melalui Direktur Jenderal Migas sebagaimana dimaksud dalam huruf c tidak membebaskan pembeli gas bumi dari kewajiban yang telah tercantum dalam perjanjian jual beli gas.

Bab II dalam Permen ini mengatur tentang Volume Pembakaran Gas Suar. Pasal 11 mengatakan, Kontraktor atau Badan Usaha Pemegang Izin Usaha Pengolahan dalam melakukan pembakaran gas suar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4, wajib melakukan identifikasi volume pembakaran gas suar. Identifikasi volume pembakaran gas suar dapat dilakukan dengan menggunakan alat ukur, perhitungan neraca massa atau perhitungan engineering lainnya sesuai dengan kaidah keteknikan yang baik.

Kemudian diatur dalam Pasal 12, Kontraktor dalam melakukan pembakaran gas suar rutin, wajib menggunakan alat ukur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11. Alat ukur ini dikecualikan kepada Kontraktor yang keekonomian lapangan tidak memadai. SKK Migas atau BPMA sesuai dengan kewenangannya melakukan evaluasi atas keekonomian lapangan Kontraktor tersebut.

Pasal 13, berdasarkan hasil evaluasi sebagaimana dimaksud Pasal 12 dinyatakan tidak memadai untuk pemasangan alat ukur, Kontraktor dapat menggunakan perhitungan neraca massa atau perhitungan engineering lainnya sesuai dengan kaidah keteknikan yang baik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11.

Dalam hal berdasarkan hasil evaluasi dinyatakan memadai untuk pemasangan alat ukur, Kontraktor harus menggunakan alat ukur.

Selanjutnya dalam Pasal 14, Kontraktor atau Badan Usaha Pemegang Izin Usaha Pengolahan yang menggunakan perhitungan neraca massa atau perhitungan engineering lainnya sesuai dengan kaidah keteknikan yang baik wajib menyampaikan laporan prosedur perhitungan volume pembakaran gas suar kepada Direktur Jenderal Migas.

Dalam hal terdapat ketidakwajaran atau kegagalan dalam perhitungan dan/atau pelaporan pembakaran gas suar, Direktur Jenderal Migas dapat mensyaratkan pemasangan alat ukur.

Pada Bab III mengenai Kerjasama Pembakaran Gas Suar dan/atau Pemanfaatan, diatur dalam Pasal 15 ayat 1 bahwa Kontraktor dan/atau Badan Usaha Pemegang Izin Usaha Pengolahan yang melakukan pembakaran gas suar dan/atau pemanfaatan gas suar berdekatan dengan lokasi lapangan atau wilayah kerja Kontraktor dan/atau Badan Usaha Pemegang Izin Usaha Pengolahan lain dapat melakukan kerja sama.

“Kerja sama pembakaran gas suar dan/atau pemanfaatan gas suar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berada di bawah koordinasi SKK Migas atau BPMA sesuai kewenangannya, dengan melibatkan instansi terkait,” bunyi Pasal 15 ayat 2.

Terkait Pembinaan dan Pengawasan yang diatur dalam Bab III, Pasal 16 mengatur bahwa Direktur Jenderal Migas melakukan pembinaan dan pengawasan kepada Kontraktor atau Badan Usaha Pemegang Izin Usaha Pengolahan dalam melaksanakan kegiatan pengelolaan gas suar.

Pasal 17, Kontraktor dan Badan Usaha Pemegang Izin Usaha Pengolahan wajib menyampaikan laporan secara tertulis kepada Direktur Jenderal Migas terhadap pelaksanaan pengelolaan gas suar. Pelaporan disampaikan setiap 6 bulan.

Kemudian diatur pada Pasal 18, Direktur Jenderal Migas melalui Kepala Inspeksi dapat melakukan verifikasi kepada Kontraktor dan Badan Usaha Pemegang Izin Usaha Pengolahan atas laporan pelaksanaan pengelolaan gas suar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17.

Bab III Pasal 19 terkait sanksi, Kontraktor atau Badan Usaha Pemegang Izin Usaha Pengolahan yang melanggar ketetentuan dikenakan sanksi administratif berupa teguran tertulis, pembatalan penunjukan Kepala Teknik dan/atau penghentian sementara kegiatan operasi pada fasilitas produksi.

Sementara pada Bab IV mengenai Pemberian Penghargaan, Pasal 20 menyatakan bahwa Menteri ESDM memberikan Penghargaan terhadap Kontraktor atau Badan Usaha Pemegang Izin Usaha Pengolahan yang melakukan optimalisasi dalam pengelolaan gas suar. Penghargaan diberikan setiap tahun.

“Petunjuk teknis tentang pelaksanaan identifikasi volume pembakaran gas suar dan kriteria penghargaan terhadap Kontraktor atau Badan Usaha Pemegang Izin Usaha Pengolahan ditetapkan oleh Direktur Jenderal (Migas),” demikian bunyi Pasal 21.

Terkait Ketentuan Peralihan, Pasal 22 menetapkan bahwa kegiatan pembakaran gas suar yang dilaksanakan sebelum Peraturan Menteri ini, tetap berlaku dan dalam jangka waktu paling lama 2 tahun harus menyesuaikan dengan ketentuan dalam Peraturan Menteri ini.

Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 31 Tahun 2012 tentang Pelaksanaan Pembakaran Gas Suar (Flaring) pada Kegiatan Usaha Minyak dan Gas Bumi (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 1313), dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, Menteri ESDM memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. (RI)

LIHAT ATURAN