JAKARTA – Pemerintah akan menyusun aturan main pengelolaan limbah smelter. Hal ini merupakan bagian dari persiapan upaya hilirisasi sektor pertembangan melalui pembangunan smelter baru dalam beberapa tahun ke depan.

Harjanto, Direktur Jenderal Jenderal Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi, dan Elektronika Kementerian Perindustrian, mengungkapkan selama ini belum ada roadmap yang jelas terkait pengolahan slag atau limbah dari hasil pengolahan dan pemurnian mineral dari smelter karena hanya dianggap sebagai limbah bahan berbahaya beracun (B3). Padahal jika diolah lebih lanjut slag tersebut bisa dijadikan berbagai produk turunan seperti bahan baku bangunan atau tekstil.

“Slag itu bisa buat bahan bangunan, pengeras jalan dan kalau misalnya kayak roadmap hasil daripada pengolahan alumina bisa dimanfaatkan untuk misalnya di beberapa negara bisa untuk jadi bahan tekstil,” kata Harjanto ditemui usai rapat koordinasi di Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Selasa (21/5).

Menurut Harjanto, salah satu potensi slag cukup besar adalah dari hasil pengolahan nikel. Saat ini limbah nikel sekitar 13 juta ton per tahun dan akan meningkat berkali lipat apabila rencana pembangunan smelter terbangun menjadi 57 pabrik pada tahun 2022 bisa terelisasi.

“Sekarang currently kalau nikel kira-kira 13 juta ton slag. Nanti ke depan makin tinggi sekitar 60 juta ton,” ujarnya.

Arcandra Tahar, Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), mengatakan akan ada pembahasan lebih lanjut tentang road map pengelolaan limbah smelter ini antara beberapa Kementerian seperti Kementerian ESDM, Kementerian Perindustrian, Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Kementerian Lingkungan Hidup dam Kehutanan (LHK) serta Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian.

Beberapa BUMN akan disiapkan untuk menyerap slag tersebut. Proses hilirisasi smelter juga harus memperhatikan kondisi lingkungan. Karena itu Kementerian LHK juga diikutsertakan membahas dampak lingkungan dari pengelolaan limbah smelter ini.

“Kita bahas ini adalah bagaimana hilirisasi bisa jalan secepat mungkin, yang slag tadi itu tetap memenuhi lingkungan tapi hilirisasi berjalan dngan baik. Kalau pemanfataannya ada di BUMN, ada buat batako, jalan, beton ya. Ada pabrik semen, macam-macam,” ujarnya.

Fajar Harry Sampoerno, Deputi Bidang Pertambangan Industri Strategis dan Media Kementerian BUMN, mengatakan salah satu perusahaan yang bisa menyerap slag adalah Antam. Ia menuturkan aturan main nantinya akan termasuk terkait izin pengolahan serta pemanfaatan produk sampingan yang dihasilkan.

“Kalau untuk feronikel karena hubungannya dengan kami di bumn antam, ada yg untuk jalan, kemudian batako, untuk gedung, dan lain-lain sekarang yg diperintahkan tadi pak menko, KLHK satu minggu ini mencarikan jalan bagaimana mempercepat, ada dua hal, satu mengenai perizinannya kedua mengenai pemanfaatan untuk produk samping,” kata Fajar.(RI)