JAKARTA – Pemerintah berencana untuk melanjutkan kebijakan harga gas bumi tertentu (HGBT) bagi industri maksimal sebesar US$6 per MMBTU. Sampai saat ini masih dilakukan evaluasi terhadap pelaksanaan HGBT sebelumnya. Namun, tidak ada tanda-tanda kebijakan tersebut akan dihentikan.

Tutuka Ariadji, Direktur Jenderal Migas Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), menyatakan saat ini tengah berkoordinasi secara intensif dengan Kementerian Perindustrian untuk evaluasi HGBT serta persiapan untuk penenerapan HGBT yang akan datang.

“Kami minta kepada Kemenperin untuk melakukan evaluasi. Kami sudah membuat Kepmen pedoman evaluasi, Kepmen 134, itu evaluasinya menyeluruh jadi tidak hanya outcome produktivitas naik atau tidak, tapi juga dampaknya. Misalnya pajak dan sebagainya. Prosesnya menyeluruh di situ,” kata Tutuka, ditemui di Gedung Lemigas, Jakarta,  Selasa (20/2).

Tutuka mengatakan kebijakan HGBT  dipastikan masih akan selektif alias tidak menyasar ke seluruh sektor industri. Langkah itu untuk memastikan kebijakan ini efektif dan sesuai dengan kemampuan dalam memasok gas.

Dia menuturkan jika sumber pasokan gas telah tumbuh maka kemungkinan perluasan penerapan HGBT semakin besar. “Kalau semuanya itu sampai saat ini kita belum bisa menghitung itu bisa dipenuhi. Jadi, kami harus betul-betul melihat kalau sumbernya sudah banyak mungkin bisa. Sumbernya kan  belum banyak,” ujar Tutuka.

Berdasarkan data pemerintah pada periode 2020-2021 ketika kebijakan HGBT diimplementasikan, terdapat peningkatan pendapatan perpajakan sebesar 20% dari industri penerima kebijakan HGBT dengan pendapatan pajak sebesar Rp15,3 triliun pada  2021.

Secara sektoral, industri sarung tangan karet dan keramik merupakan dua sektor yang mengalami pertumbuhan perpajakan yang positif pada  2019-2020.

Pada 2021, seluruh sektor industri penerima kebijakan HGBT mencatatkan pertumbuhan perpajakan yang bernilai positif. Peningkatan terbesar berasal dari sektor sarung tangan karet yang melompat  hingga 3,5 kali.

Dari sisi tenaga kerja, baik tenaga kerja langsung maupun tidak langsung, terdapat peningkatan jumlah tenaga kerja pada 2019-hingga 2021 pada industri penerima kebijakan HGBT. Pada 2020, terdapat peningkatan jumlah tenaga kerja sebanyak 4.532 orang atau 1% apabila dibandingkan dengan 2019. Kemudian, pada tahun selanjutnya, jumlah tenaga kerja meningkat sebesar 7% atau sebesar 8.561 orang apabila dibandingkan dengan 2020.

Sektor oleokimia, sarung tangan karet dan keramik merupakan sektor yang mengalami peningkatan jumlah tenaga kerja pada setiap tahun mulai 2019 hingga 2021. Industri keramik merupakan industri penerima kebijakan HGBT yang mencatatkan peningkatan penyerapan tenaga kerja terbesar apabila dibandingkan dengan industri penerima kebijakan HGBT lainnya.

Pada  2020, tepatnya periode April hingga Desember 2020, jumlah penyerahan harian pasokan gas bumi tertentu sebesar 1.197,82 BBTUD sesuai Kepmen ESDM No.89/2020, baik langsung dari KKKS maupun melalui BU Niaga Gas Bumi.

Sementara untuk 2021, jumlahnya penyerahan harian pasokan gas bumi untuk sektor industri tertentu meningkat dari 1.197,82 BBTUD menjadi 1.241,01 BBTUD melalui revisi Kepmen ESDM No 89/2020 menjadi Kepmen ESDM No 134/2021 dengan realisasi 87,06%.

Selemtara pada 2022, jumlahnya meningkat menjadi 1.253,81 BBTUD sesuai Kepmen ESDM No(RI) 134/2021 dengan realisasi hingga Desember 2022 sebesar 81,38%.(RI)