JAKARTA – Pemerintah dinilai tidak serius dalam pengembangan energi baru dan terbarukan (EBT). Hal itu terlihat pembahasan RUU EBT saja yang hanya baru sebatas mengirimkan surat presiden (surpres) tanpa dilengkapi dengan daftar isian masalah (DIM).

Mulyanto, Anggota Komisi VII DPR RI, menyatakan berdasarkan ketentuan UU Pembentukan Perundang-Undangan, dalam waktu paling lambat 60 hari, Presiden harus sudah memberikan surat presiden dan daftar isian masalah ke DPR. Tapi terkait RUU EBET ini, Pemerintah baru mengirimkan surpres tanpa disertai DIM. Padahal batas waktu sudah melebihi dari 60 hari.

“Soal RUU EBT ini saya melihat Pemerintah hanya sekedar gimik saja. Bahkan cenderung melakukan pendekatan proyek, ketimbang pendekatan struktural, seperti misalnya proyek mobil listrik untuk pejabat. Seharusnya Pemerintah lebih serius lagi dengan pendekatan struktural, termasuk menyiapkan basis infrastruktur dan regulasinya. Kapan majunya EBT kita, kalau kebijakan yang diambil bias ke arah bisnis pribadi pejabat seperti itu,” kata Mulyanto, Senin (24/10).

Dia merasa aneh dengan sikap Pemerintah terkait RUU EBT ini, pasalnya sudah lewat 60 hari sejak surat DPR dikirim ke Presiden, hingga kini respon Pemerintah sangat lambat. Harusnya Pemerintah merespons dengan baik kalau memang serius ingin mengembangkan EBET.

“Nyatanya, yang datang hanya surpres (Surat Presiden), tanpa dilampiri DIM (daftar inventarisasi masalah). Ini kan sama juga bohong. Sebab, tanpa adanya DIM, apa yg bisa dibahas? Tidak bisa dilanjutkan pembahasan RUU EBET ini. Secara sederhana dapat diartikan pemerintah tidak punya kehendak untuk membentuk RUU EBET ini,” ujar Mulyanto.

UU No. 12/2011 tentang pembentukan perundang-undangan, yang telah beberapa kali direvisi, terakhir melalui UU No. 13/2022, mengamanatkan, bahwa Presiden menugaskan menteri yang mewakili untuk membahas RUU disertai DIM paling lama 60 hari sejak surat DPR diterima. Hari ini sudah lewat 60 hari dan tidak ada DIM RUU EBET yang disampaikan Pemerintah.

“Kalau begini cara manajemen pembentukan perundangan di tingkat eksekutif, maka tidak keliru kalau soal EBT ini hanya akan jadi gimik dan pendekatan proyek saja,” tegas Mulyanto. (RI)