JAKARTA – DPR berjanji bakal meneruskan pembahasan rancangan Undang Undang Energi Baru dan Energi Terbarukan (EBET) sebelum masa reses anggota dewan pada awal bulan April nanti. Salah satu poin utama yang menjadi pembahasan utama nantinya adalah nuklir untuk pembangkit listrik.

Eddy Soeparno, Wakil Ketua Komisi VII DPR RI, mengungkapkan para anggota dewan meyakini agar pemerintah tetap harus membutuhkan izin parlemen dalam pengembangan pembangkit listrik tenaga nuklir.

Faktor keamanan jadi isu utama yang membuat DPR tidak mau ambil risiko melepas begitu saja perizinan nuklir di pemerintah.

Nuklir itu perlu protokol keamanan dan keselamatan yang tinggi jadi kalau itu diberikan ke pihak yang tidak memiliki kompetensi pengalaman rekam jejak akan menjadi sangat berisiko. Oleh karena itu kita ingin tetap ukuran besar atau kecil tetap persetujuan DPR,” kata Eddy di Jakarta, Selasa (20/3).

Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menargetkan Indonesia akan mulai mengoperasikan Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) secara komersial pada tahun 2032. Hal ini sebagai bagian dari program transisi ke energi baru terbarukan (EBT).

Menurut Eddy nuklir dipastikan jadi salah satu yang bakal diatur di UU baru nantinya.  “Nuklir itu kan pertanyaannya kapan mau menggerakkan energi nuklir dan itu perlu masuk atau tidak. kita tetap menghendaki nuklir masuk dalam UU EBET,” ujar dia.

Selain nuklir, Power Wheeling juga jadi salah satu isu utama yang dibahas. Menurut Eddy parlemen tetap akan masukan skema tersebut dalam RUU EBET nanti. Pemerintah kata dia sudah sepakat dan detailnya nanti akan kembali dibahas. “DIM sudah selesai tapi ada beberapa topik yang perlu didalami. diantaranya Power Wheeling itu, terus masalah hidrogen dan lainnya. Tapi saya kira masalah yang paling penting untuk kita bahas adalah skema power wheeling itu,” ungkap Eddy.