Ada saja hal menakjubkan terjadi di bumi cendrawasih. Berenang bersama hiu paus di laut lepas misalnya, merupakan salah satu keajaiban yang bisa dilakukan di sana. Masyarakat suku Yeresiam di Kabupaten Nabire, Papua Tengah, sudah mengaggap Hiu Paus sebagai sahabat mereka. Hingga kini belum ada yang bisa menjelaskan, bagaimana cinta berbalas dari suku Yeresiam bisa terjadi. Para ilmuan juga masih belum bisa menyingkap misteri dibalik sikap Hiu Paus di Teluk Cendrawasih ini berbeda dengan sikapnya di wilayah lain.

Hiu Paus di sana punya fenomena tersendiri, kemunculannya berbeda dengan di tempat lain. Orang-orang Papua punya branding kalau Teluk Cendrawasih ini merupakan Home of Whale Shark karena Hiu Paus di sana bisa dijumpai sepanjang hari, sepanjang tahun. Sikapnya penuh kasih dan bersahabat, sehingga tidak berlebihan Hiu Paus di kawasan Taman Nasional Teluk Cendrawasih (TNTC) ini Raksasa Laut Berhati Lembut.

Landscape memukau TNTC memang didominasi perairan dengan luas 1.453.500 hektar dimana sekitar 90%-nya merupakan perairan. Nabire jadi pintu masuk keajaiban berenang bersama Hiu Paus, tepatnya di sekitar 120 kilometer dari jantung kota Nabire kita bisa memulai petualangan bersama Hiu Paus. Jalan panjang berliku mewarnai perjalanan tim Dunia Energi dari bandara di dekat pusat kota ke pesisir Nabire. Butuh waktu hampir tiga jam menggunakan mobil ke Pantai Sowa, pantai perawan berpasir putih dengan ombak tipis-tipis. Dari pantai Sowa kita masih harus menumpang speed boat sekitar 20 menit dengan kecepatan sekitar 40 km/jam di atas air untuk menuju Bagan. Bagan ini semacam perahu besar yang digunakan 5-10 nelayan untuk memancing berbagai ikan di perairan teluk cendrawasih seperti ikan Cakalang Tenggiri, Kembung, serta ikan Puri, makanan favorit Hiu Paus.

Kita bisa melihat sirip Hiu Paus diatas permukaan laut ikut mengiringi speed boat yang mendekat dengan perlahan ke Bagan. Berenang di laut lepas yang berdekatan dengan samudrera pasifik bukanlah hal yang biasa, ditambah lagi dengan adanya Si Raksasa Laut yang mengelilingi. Pergerakan para Hiu ini tidak agresif, bahkan bisa dibilang mereka seperti malu-malu tapi mau. Mereka mendatangi orang-orang yang mulai bergerak turun ke air. Setelah ikan – ikan puri dilempar nelayan, malu-malu mereka langsung hilang. Para Hiu Paus langsung menganga lebar-lebar melahap ikan.

Tidak berapa lama tim Pertamina International Shipping (PIS) bersama tim dari TNTC juga turun ke laut. Mereka tidak sendiri tapi juga ikut mereka ahli dari Spesialis teknologi tagging. Teknologi yang digunakan untuk memonitoring pergerakan Hiu Paus.

Berenang bersama Hiu Paus kali ini memang bukan untuk senang-senang semata, tapi tim Dunia Energi berkesempatan melihat langsung proses tagging (pemasangan alat monitoring/lacak) Hiu Paus. Ini merupakan langkah serius dari PIS yang bekerjasama dengan TNTC untuk ambil bagian dalam pelestarian Hiu Paus yang sudah ditetapkan sebagai biota laut yang wajib dan harus dilindungi oleh Kementerian Keluatan dan Perikanan (KKP). PIS juga menggandeng Desert Star System LLC penyedia teknologi tagging.

Teknologi pada alat Tagging ini bukan main-main, tapi mampu memberikan signal melalui satelit yang nantinya mengirimkan data ke tim TNTC berisi pergerakan Hiu Paus di sekitar perairan Teluk Cendrawasih serta perairan Papua pada umumnya. Data pergerakan Hiu itu bakal dimanfaatkan sebagai informasi tambahan yang akan diberikan ke berbagai perusahaan, operator kapal termasuk ke PIS untuk memetekan jalur pelayaran yang aman tanpa harus mengganggu jalur pergerakan para Hiu.

Setelah beberapa waktu berjibaku dengan Hiu Paus, Marcus, petugas TNTC akhirnya sukses melekatkan alat monitoring ke sirip Hiu Paus. Harapannya alat tersebut tidak cepat lepas sehingga mampu mengirimkan data yang akurat.

Alat tagging sudah dipasang di salah satu Hiu Paus oleh TNTC yang didukung oleh PIS (Foto/Dok/Pertamina Dive Club)

Tagging Hiu Paus serta monitoring di Teluk Cendrawasih sebenarnya sudah pernah dilakukan oleh beberapa lembaga konservasi swasta internasional seperti Conservation International (CI) dan WWF sejak tahun 2011.

“Total yang pernah ditagging oleh CI dan WWF dulu itu 42 Hiu Paus,” kata Sumaryanto, Pengendali Ekosistem Habitat, Seksi Pengelolaan TNTC Kwatisore kepada Dunia Energi di Resort Sowa Kwatisore, Jumat (7/6).

Monitoringpun dilanjutkan melalui pengamatan langsung dengan memotret bentuk totol pada kulit yang punya ciri khas tersendiri dan berbeda untuk masing-masing individu sampai tahun 2021. Setelahnya monitoring dilakukan oleh TNTC secara mandiri. Namun dengan keterbatasan operasional kegiatan monitoring hanya bisa dilakukan 1-2 kali dalam satu tahun. Tentu ini terlalu sedikit sehingga yang didapatkan juga dikhawatirkan rendah kualitasnya.

“Baru mulai tahun 2023, bulan November kami didukung Pertamina. Kalau dulu 1 tahun hanya 1-2 kali monitoring. Saat ini kami data setiap bulan lakukan monitoring,” ungkap Sumaryanto.

Sampai sekarang individu Hiu Paus yang tercatat oleh TNTC berjumlah 203 ekor. Terdiri dari indvidu Jantan sebanyak 180 ekor, kemudian Hiu Paus betina sebanyak 6 ekor, serta ada 17 ekor yang belum diketahui jenis kelaminnya. “Terakhir sampai Juni individu bertambah 8, sejak November atau dimulainya dukungan PIS dari 195 jadi 203 ekor,” kata Sumaryanto.

Ikan dengan nama ilmiah Rhincodon typus ini merupakan spesies ikan dan hiu terbesar di dunia. Mereka miliki panjang tubuh rata-rata 5,5 – 10 meter dan bahkan ada juga yang bisa tumbuh sepanjang 12 meter. Beratnya juga bisa mencapai 18 ton.

Hiu Paus dikenal masyarakat dan nelayan sebagai ikan yang sangat jinak. Ini tidak lepas dari makanannya yang hanya memakan ikan-ikan kecil. Hiu Paus makan dengan cara menyaring air laut. Mereka menelan berliter-liter air dan membiarkan tubuh menyaring makanan berupa hewan-hewan kecil.

Makanannya berupa plankton, alga, udang kecil, cumi-ikan teri, ikan makerel maupun ikan tuna beukuran kecil. Hiu Paus adalah satu-satunya wakil famili Rhincodontidea, satu dari tujuh famili dan sekitar 42 spesies dalam Ordo Orectolobiformes, dan satu-satunya spesies pelagis dalam ordo dan satu -satunya anggota yang memakan plankton.

Proses dan metode tagging terdahulu boleh dibilang tidak terlalu ramah bagi para Hiu Paus karena menancapkan alat di tubuh Hiu Paus dengan cara dibor ataupun ditembak. Para ahli sudah tidak lagi merekomendasikan metode tersebut. Oleh karena itu PIS menggandeng Desert Star System LLC yang menawarkan metode baru dengan cara menjepit alat monitoring ke sirip atas Hiu Paus. Metode ini diyakini jauh lebih ramah terhadap Hiu Paus.

Alat tagging atau monitoring yang dipasang menggunakan teknologi mutakhir, selain memiliki baterai, alat ini juga dilengkapi dengan sistem solar cell jadi bisa terus mengisi tenaga alat tagging. Alat juga dipasang di sirip atas karena Hiu Paus tidak selalu di bawah air jadi ketika naik antena atas kirim signal dan data ke satelit.

Marco Flagg, CEO of Desert Star System LLC, mengungkapkan metode ini benar-benar baru diterapkan atau belum diterapkan di tempat lain. Pada kesempatan kali ini jadi kesempatan besar Pertamina dan TNTC sebagai inisiator pemantauan Hiu Paus dengan cara-cara baru yang jauh lebih bersahabat.

Metode sebelumnya kata dia juga dinilai tidak bertahan lama karena setelah ditembak atau dibor sekalipun alat tagging tetap lepas. Biasanya bertahan sekitar 70 ada juga yang hampir satu tahun tapi itu sedikit sekali. Memang metode baru tagging ini belum sempurna namun paling tidak alat tagging diharapkan bisa bertahan lama untuk kirimkan data.

“Ini belum pernah digunakan dimanapun. Sebenarnya metode attachment sudah ada selama 10 tahun. Tapi metode lama membuat ikan tidak nyaman. Jadi kita di sini mencari cara terbaik memonitor Hiu,” kata Marco.

Marco Flagg sedang menjelaskan cara kerja alat tagging yang akan dipasang di sirip hiu (Foto/Dok/Dunia Energi)

Dengan area yang sangat luas tentu tidak mudah dalam melakukan monitoring terhadap berbagai flora dan fauna baik darat maupun udara di kawasan TNTC. Apalagi untuk melindungi dan melestarikan Hiu Paus yang sudah menjadi ikon Nabire. Kolaborasi jadi kunci dan jalan terbaik untuk bisa mengatasi tantangan tersebut.

Frans Husi Sinery, Kepala Bidang Pengelolaan TNTC Wilayah 3, mengungkapkan kehadiran PIS yang mendukung kegiatan di TNTC jadi angin segar bagi pengembangan potensi di wilayah TNTC, termasuk Hiu Paus. Ke depan sudah ada gambaran pola pengembangannya. Ketika sudah terbangun nantinya tetap penelitian terhadap kehidupan di flora fauna jadi fokus, terutama Hiu Paus. Tapi kemudian ketika itu sudah berjalan secara berkelanjutan maka akan dapat bonus berupa penambahan pemasukan dari kunjungan wisatawan.

Selain bersahabat dengan manusia, Hiu Paus juga ternyata berperan dalam perekonomian warga. Cerita tentang persahabatan Hiu Paus Teluk Cendrawasih dengan manusia tersebar seantero bumi membuat tanah Nabire rutin kedatangan wisatawan baik domestik maupun mancanegara. Ini tentu positif bagi pemasukan warga. Untuk sekali kunjungan dan bermain ke bagan menggunakan speed boat tarifnya sekitar Rp 1,5 juta -Rp 2 juta. Selain itu warga di pesisir juga mengelola penginapan. Sehingga kehadiran Hiu Paus menimbulkan multiplier effect yang tidak sedikit. Selain itu ada juga yang masuk ke Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) dimana selama ini jadi PNBP terbesar TNTC berasal dari kunjungan ke Hiu Paus.

“Ke depan sudah ada gambaran, ini dibangun. Untuk kebutuhan penelitian kemudian wisata,” ungkap Fransiskus.

Kehadiran Hiu Paus di sekitar Bagan biasa dijadikan sebagai salah satu wisata paling diminati di Nabire bahkan hingga ke mancanegara. (Foto/Dok/Rio Indrawan – Dunia Energi)

Sementara itu, Muh. Aryomekka Firdaus, Sekretaris Perusahaan PIS, mengungkapkan terdapat tiga terminal BBM (Fuel Terminal) di sekitar teluk Cendrawasih yakni FT Nabire, Manokwari, Serui. Keberadaan terminal BBM membuat kapal-kapal pengangkut BBM lalu lalang disekitar perairan yang jadi habitat Hiu Paus. Selain itu diharapkan juga ke depannya datanya bisa dipakai untuk perusahaan kapal-kapal lainnya.

“Tagging dilakukan agar kita tahu pergerakan Hiu Paus, bisa pelajari kebiasaan individu ke depannya PIS akan menggunakan data ini untuk diintegrasikan dengan jalur kapal kita di daerah punggungan atau daerah TNTC agar kapal kapal.kita tidak merusak atau berenang jalur migrasi atau berenangnya hiu Paus,” kata Aryomekka.

Dia menjelaskan sebagai perusahaan yang bergerak di sektor kelautan PIS sadar untuk membuat program yang berkaitan dengan laut khususnya yang sesuai dengan SDGs No 14, Life Below Water. “Karena ternyata menurut data internasional SDGs ini masih sangat kurang yang berpartisipasi dan berkontribusi jadi kami coba fokus membuat program CSR yang lebih peduli dengan maut dan kehidupan di bawah laut.

Persahabatan Hiu Paus dan manusia di bumi cendrawasih dijamin akan bertahan lama, syaratnya tentu terjaganya kelestarian ekosistem laut. Bola ada di tangan kita manusia. Raksasa Berhati Lembut itu tidak bisa memilih, mereka cuma tahu satu hal bermain dan bersahabat dengan manusia.